Bilamana orang dapat menikmati indahnya hutan, atau minimal sederet
pohon rindang, dan mendengarkan nada-nada pelanginya yang bisa
menimbulkan kerinduan di hati, barulah ia mungkin akan peka dan
menghargai hutan dan segala isinya. Ketika sudah bukan bocah lagi, saya
mengerti mengapa dahulu orang-orang tua di kampung melarang kami, para
bocah, mematahkan ranting sesuka hati kami. Ada begitu banyak hal yang
saya syukuri sebagai mantan bocah kampung yang akrab dengan hutan dan
sabana. Di hutan, kami, para bocah, tidak pernah kelaparan. Kami diajar
untuk tahu bahwa Sang Pencipta sungguh baik hati dengan menghadirkan
pepohonan dan mata air di hutan. Ah! Ternyata jauh lebih mudah mengajari
bocah menghargai alamnya. (Yohanes Manhitu, Yogyakarta, 26 Oktober 2015)
Friday, November 6, 2015
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment