Thursday, April 2, 2015

GADIS PATAH HATI

(Terjemahan saya dari puisi GIRL DISAPPOINTED IN LOVE ini dimuat untuk memperingati 10 tahun wafatnya sastrawan termasyhur Karol Wojtyła)

Foto: http://amylovesum1.blogspot.com

Oleh: Karol Wojtyła

Dengan air raksa kita uji pedih-perih
seperti mengukur suhu tubuh dan udara;
tapi ini bukan cara menemukan batas sanggup kita –
pikirmu, kaulah pusat segala yang tercipta.
Andaikan kaumengerti, kaubukan:
Dialah pusatnya,
dan, Ia pun tak temukan cinta –
mengapa tidak kaumengerti?
Hati manusia – apakah gunanya?
Suhu kosmik. Hati. Air Raksa.

Diterjemahkan oleh Yohanes Manhitu
Yogyakarta, 13 Desember 2004
Sumber puisi asli: http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/pope/poems

AKTOR

(Terjemahan saya dari puisi ACTOR ini dimuat untuk memperingati 10 tahun wafatnya sastrawan termasyhur Karol Wojtyła [Sri Paus Yohanes Paulus II])

Foto: http://www.kentucky.com

Oleh: Karol Wojtyła

Berlaksa jiwa timbul di sekelilingku, melalui aku,
dari diriku, sebagaimana adanya.
Aku jadi terusan, yang lepaskan kekang kuasa
yang bernama manusia.
Tidakkah yang lainnya berdesakan ke dalam,
mengubah aku, sang manusia?
Selalu tak sempurna jadi diri mereka,
aku terlampau dekat di hadapan diriku,
akankah Ia yang bersemayam di dalamku
sanggup tatap dirinya tiada gentar?

Diterjemahkan oleh Yohanes Manhitu
Yogyakarta, 26 Desember 2004
Sumber puisi asli: http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/pope/poems

TAMBANG

(Terjemahan saya dari puisi THE QUARRY ini dimuat untuk memperingati 10 tahun wafatnya sastrawan termasyhur Karol Wojtyła [Sri Paus Yohanes Paulus II])


Foto: http://andrewstrain.photoshelter.com

Oleh: Karol Wojtyła

Ia tak sendiri.
Otot-ototnya tumbuh berkerumun,
energilah denyutan mereka,
sejauh palu mereka pegang, selama
kakinya menyentuh tanah.
Dan sebongkah batu bentur pelipis dan
menembus bilik jantungnya.
Tubuhnya mereka angkat dan gotong di jalan kesunyian.
Kerja keras masih melekat padanya, ada perasaan bersalah.
Mereka berblus kelabu, tumit bot di dasar lumpur.
Dengan ini, mereka nyatakan kesudahannya.
Betapa kejam akhir hayatnya: jarum pada voltase rendah
melonjak, lalu kembali lagi ke titik nol.
Batu putih yang kini ia kandung gerogoti raganya,
dan cukup bisa menjelmakannya sehakekat batu.
Siapakah yang ‘kan singkirkan batu itu dan
beberkan angan-angannya di dasar pelipis remuk?
Demikianlah gips meretak di tembok.
Ia mereka baringkan, punggungnya beralaskan kerikil.
Istrinya tiba, letih oleh cemas; putranya pulang dari sekolah.
Haruskah amarahnya mengalir ke marah jiwa lain?
Dirinya matang lewat kebenaran dan cintanya.
Haruskah ia dimanfaatkan mereka yang muncul kemudian,
yang mencabut hakekat, yang unik dan sungguh kepunyaannya?
Batu-batu bernyawa lagi; sebuah gerbong lukai kembang-kembang.
Sekali lagi arus listrik kembali menembus tembok-tembok.
Tapi lelaki itu telah bawa pergi kerangka inti dunia, tempat
makin memuncak amarah, makin tinggi pula ledakan cinta.


Diterjemahkan oleh Yohanes Manhitu
Yogyakarta, 3 Januari 2005
Sumber puisi asli: http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/pope/poems

DI SINI, DI ATAS PUSARA PUTIHMU

(Terjemahan saya dari puisi OVER THIS, YOUR WHITE GRAVE ini dimuat untuk memperingati 10 tahun wafatnya sastrawan termasyhur Karol Wojtyła)

Foto: http://donpackwood.deviantart.com

Oleh: Karol Wojtyła

Di sini, di atas pusara putihmu
puspa-puspa hidup berwarna putih –
berpuluh tahun berlalu tanpamu –
berapa yang kini lewat sudah, sirna dari pandangan?
Di sini, di atas pusara putihmu
yang bertahun-tahun terselubung, ada yang
terkatung-katung, yang lambungkan benakku
dan, laksana maut, ia tak kumengerti.
Di atas pusara putihmu
oh, bunda, bisakah belas kasih ini berhenti?
demi seluruh cinta sejati putramu,
ada seutas doa untukmu:
Berilah dia kedamaian abadi –

(Krakow, musim semi 1939)

Diterjemahkan oleh Yohanes Manhitu
Yogyakarta, 13 Desember 2004
Sumber puisi asli: http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/pope/poems

YOHANES MEMOHON KEPADANYA

(Terjemahan saya dari puisi JOHN BESEECHES HER ini dimuat untuk memperingati 10 tahun wafatnya sastrawan termasyhur Karol Wojtyła [Sri Paus Yohanes Paulus II])

Foto: http://gravelbeach.blogspot.com/2010_06_01_archive.html

Oleh: Karol Wojtyła

Jangan dikau redakan gelombang kalbuku,
ia bergulung ke hadapanmu, Bunda;
Jangan dikau ubah cinta, tapi bawakanku gelombang itu
dalam tanganmu yang bermandikan cahaya.
Ia pernah memintanya.
Aku Yohanes sang nelayan. Tak cukup pantas aku dicinta.
Aku merasa, aku masih berdiri di tepi danau itu,
kerikil berderak di dasar telapak kakiku –
Dan tiba-tiba – kulihat Ia tampak di mataku.
Tak akan lagi dikau temukan misterinya di dalam aku,
Tapi diam-diam kusebarkan pikirmu bagai tumbuhan berbiji.
Dan memanggilmu Bunda—seturut kehendak-Nya—
Kumohon kepadamu: semoga sabda ini tak usang bagimu.
Benar, tak mudah untuk mengukur kedalaman makna
segala sabda yang Ia ucapkan kepada kita berdua
agar segala cinta fajar dalam sabda-Nya
mesti kita jadikan rahasia.


Diterjemahkan oleh Yohanes Manhitu
Yogyakarta, 3 Januari 2005
Sumber puisi asli: http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/pope/poems
------------------------------------------
*) Karol Wojtyła lahir di Wadowice, Polandia, 18 Mei 1920, belajar puisi dan drama di Universitas Kraków. Sejak menjabat paus (1978) hingga wafatnya (2 April 2005), ia bergelar Sri Paus Yohanes Paulus II (kini Santo Yohanes Paulus II) dan telah menginjakkan kakinya di ratusan negara. Selama Perang Dunia II, ia bekerja sebagai penambang batu dan pekerja di pabrik kimia sambil belajar. Ia menerbitkan puisi, naskah drama, dan buku-buku yang lain. Bukunya yang terlaris adalah Crossing the Threshold of Hope, yang versi Indonesianya berjudul Melintasi Ambang Pintu Harapan.