Monday, November 24, 2008

Narasi Malam

 
Karya: Yohanes Manhitu

Tabir malam selimuti bumi
dengan kesunyian tanpa definisi.
Lorong-lorong planet tampak gelap
terlantar, tanpa belaian cahaya.


Manusia tak kuasa pasung waktu
dengan kekerdilan takdir tersurat.
Ia hanya terpaku, kaku dalam beku
saksikan waktu bergulir, menggelinding.

Lampu-lampu jalan kota tunaikan tugas
agar iuran penerang jalan punya wujud.
Berpasang kekasih temukan ruang asmara,
beratapkan mendung yang janjikan hujan.

Pugeran Timur-Yogyakarta, 2 Oktober 2004

Ode buat Sabun Mandi

Karya: Yohanes Manhitu

Tersusun rapi di rak-rak toko,
berceceran di warung kerdil.
Cembung, cekung satu nama
belasan warna, belasan aroma.
Orang pilih sesuka hati, merdeka!
Boleh jadi mereka santapan iklan.

 Sejoli kepolosan memadu kasih
begitu masa berkelana dimeterai.
Bukit, ngarai dan lembah lembab,
padang hijau dan hutan berhujan
kaujelajahi dari segala penjuru.
Dan kauselimuti berhelai busa
yang semerbak, memancing iri
udara metropolis kaya polusi.

Kurang lebih dua kali sehari,
kausudi tawarkan ketulusan
untuk gapai sosok kemulusan
di permukaan tubuh terguyur
yang rindu belaian mawarmu
walau ragamu kian tenggelam.

 Tidakkah kaudiliputi rasa cemas,
tatkala hutan hujan luas kaususuri,
gunung dan bukit lembab kaudaki,
padang sunyi yang basah kaulewati,
tikungan licin mulus itu kauturuni,
dan nada-nada asing kaudengar?
Kuyakin nyalimu amatlah besar,
dan jiwamu sungguh merdeka.
untukmu, kata-kata ini kuukir.

Pugeran Timur-Yogyakarta
27 September 2004