Tuesday, January 31, 2017

Keseriusan dalam Memperlakukan Karya

Foto: http://thelatinoauthor.com

Satu hal berguna yang saya pelajari dari partisipasi saya selama ini dalam sejumlah antologi puisi, baik asli maupun terjemahan, di luar negeri (Spanyol, Portugal, dan Rumania) adalah keseriusan orang dalam memperlakukan karya. Selalu terjadi komunikasi dua arah yang aktif dan lancar antara para partisipan dan penyunting sehingga hasil akhirnya memuaskan. Minimal ada dua tahap untuk sampai ke naskah definitif (yang tak boleh diubah lagi dan siap untuk dicetak). Kesalahan ejaan dan tata letak puisi amat jarang ditemui. Kalaupun ada, itu cuma hal remeh-temeh yang tak memengaruhi isi karya. Ada baiknya bila kita (mau) belajar hal-hal positif dari orang atau bangsa lain. Salam sastra,

Terjemahan perdana puisi saya ke bahasa Belanda

Foto: https://www.wallpaperflare.com

Asyik! Terjemahan perdana puisi saya ke bahasa Belanda telah lahir dari tangan penulis/penerjemah/insan penerbit asal Belgia Lode Van de Velde. Puisi OP WIE WACHT JE? diterjemahkannya dari versi Esperanto KIUN VI ATENDAS?. Versi aslinya ditulis dalam bahasa Dawan, berjudul HO MPAO SEKAU?. Ia ingin menerjemahkan sejumlah puisi yang dipilihnya dari antologi dwibahasa saya Feotnai Mapules--Princino Laŭdata (Antwerpen, Belgia: Eldonejo Libera, Desember 2016) ke bahasa Belanda. Sebelumnya, beberapa puisi Spanyol saya telah diterjemahkan penyair Rumania Elena Popescu ke bahasa Rumania. Dua di antaranya terbit di majalah sastra Rumania Lumină Lină, no. 1, 2016, di New York, AS. Multan dankon pro via granda helpo!
------------------------------------------

OP WIE WACHT JE?

Van: Yohanes Manhitu

Wanneer de zon ondergaat,
de bijen de bloemen verlaten,
en de vogels een slaapplek zoeken,
kijk jij naar het drijvende schip
dat zonet de haven verliet.

Je staat op het strand
tussen water en droog zand
als een verwarde zwerver
in een wijde woestijn.
Op wie wacht je, vrouw?

Nederlandse vertaling:
Lode Van de Velde
België, 9-1-2017
------------------------------
Versi/terjemahan Indonesia:

SIAPAKAH YANG KAUNANTI?

Oleh: Yohanes Manhitu

Ketika mentari akan terbenam
dan lebah meninggalkan bunga,
burung mencari sarang ‘tuk tidur,
kau pandang kapal berlayar
baru tinggalkan dermaga.

Engkau berdiri di pantai
di antara air dan daratan
bagai musafir yang bingung
di belantara tampak terbentang.
Siapakah yang kaunanti, wanita?

Lima puisi Tetun di "Jornál Semanál MATADALAN" (Edisi 155, 18-24 Januari 2017)


Foto: Foto: Cancio Ximenes di Dili

Sekadar info sastra. Telah terbit di "Jornál Semanál MATADALAN" (Edisi 155, 18-24 Januari 2017) lima puisi Tetun Resmi/Nasional saya yang masing-masing berjudul BAUR NE’E GRASA (Pelangi itu rahmat), MORIS KATAK HALO BUAT BARAK (Hidup berarti berbuat banyak), DALAN IDA-NE’E SEI NARUK HELA (Jalan ini masih panjang), BAINHIRA MATAN PÁR RUA HASORU (Ketika dua pasang mata bertemu), dan ITA NA’IN-RUA HATENE (Kita berdua tahu). "Jornál Semanál MATADALAN" adalah mingguan berbahasa Tetun yang terbit di Dili, ibu kota Republik Demokratik Timor-Leste (RDTL). Terima kasih banyak atas kerja sama Bung Cancio Ximenes. Salam sastra,

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)

Gambar: www.google.com

Tabik! Silakan unduh secara gratis Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia-PUEBI (Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016, Edisi IV) dari http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/PUEBI.pdf. Penting bagi siapa saja yang menulis dalam bahasa Indonesia. Semoga bahasa Indonesia tetap berwibawa dan lestari sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sulit membayangkan masa depan sebuah bahasa tanpa ejaan yang mantap. Salam,

A WALK AT NIGHT

Image: Taken by the author


By: Yohanes Manhitu

Look, the night is falling now
on the lands never with snow
in the town in silence asleep
like a child stopping to weep.

I walk on the nocturnal paths
bathed in moonlight all alone
recalling when we were apart
treating ourselves like a clown.

The crickets are singing there
accompanying my short steps.
I wish you were here to share
the night beauty in all shapes.

But how can I hope to touch
the flesh moving like the wind
even in the dark with no torch
towards the ends I won’t find?

The time wheels keep turning
day and night, or in between.
There is no benefit of finding
who is dirty and who is clean.

I walk on the nocturnal alleys
in the moonlight just by myself
thinking of why having two ways
keeping each life in a distinct shelf.

Look, the night is on its way now
and the wind is too lazy to blow
in the streets in silence asleep
like a horn stopping to beep.

Yogyakarta, 9 March 2005

You're welcome to read more English poems at http://www.agonia.net/index.php/author/0007939/Yohanes_Manhitu.