Saturday, December 31, 2011

Sajak-Sajak Pendek untuk Menyongsong Fajar


Sebentuk Haiku Dini
 
Alam sambut subuh
Terdengar kokok jago
Mataku belum pejam.

Jogja, 26-12-2011
===

Permintaan Subuh

Tiada yang sempurna
Tapi bukan mendung.
Maukah kau jadi fajar?

Jogja, 27-12-2011
===

Jalan Kampung Mulus

Tiada lumpur atau kerikil

di wajah jalan kampung.
Ini kampung dekat Pusat.

Jogja, 29-12-2011

===

Menanti Mentari

Tanah masih basah,

jejak hujan semalam.
Matahari belum tampak.

Jogja, 30-12-2011

Sunday, December 25, 2011

Selamat Natal dan Bahagia Tahun Baru!

 Selamat Natal dan Bahagia Tahun Baru!
Tabê Natal ma Mlilê Ton Feü!
Bosfesta Natál no Tinan Foun Kmanek!
Salamat Natal dan Bahagia Taon Baru!
Sugeng Natal lan Sugeng Warsa Enggal!
Merry Christmas and Happy New Year!
Joyeux Noël et bonne année!
¡Feliz Navidad y próspero año nuevo!
Feliz Natal e Feliz Ano Novo!
Buon Natale e felice anno nuovo!
Fröhliche Weihnachten und ein gutes neues Jahr!
Natale hilare et annum faustum!
Bonan Kristnaskon kaj feliĉan novan jaron!

Wednesday, November 30, 2011

Kuberikan Diriku Padanya


Karya: Emily Dickinson

KUBERIKAN diriku padanya,
Dan ia sendiri jadi bayarannya.
Sah sudah perjanjian khidmat
Kehidupan melalui jalan ini.

Harta mungkin bawa kecewa,
Akulah bukti kurang memadai
Ketimbang sangka pembeli agung,
milik Cinta sehari-hari.

Menyusut sudah daya pandang;
Namun, hingga pedagang membeli,
masih dongeng, dan di gugusan pulau rempah
tersimpan muatan minyak wangi.

Paling tidak, itu risiko bersama, —
Ada yang menyebutnya keuntungan bersama;
Hutang Hayat manis, —tiap malam diutang,
Gulung tikar, setiap siang.

Diterjemahkan Yohanes Manhitu
Yogyakarta, 8 Januari 2005
-------------------------

I Gave Myself to Him

By: Emily Dickinson

I GAVE myself to him,
And took himself for pay.
The solemn contract of a life
Was ratified this way.

The wealth might disappoint,
Myself a poorer prove
Than this great purchaser suspect,
The daily own of Love

Depreciate the vision;
But, till the merchant buy,
Still fable, in the isles of spice,
The subtle cargoes lie.

At least, ’t is mutual risk,—
Some found it mutual gain;
Sweet debt of Life,—each night to owe,
Insolvent, every noon.

Aku Bukan Siapa-Siapa

Karya: Emily Dickinson

Aku bukan siapa-siapa! Kau siapa?
Apakah kau juga bukan siapa-siapa?
Jadi kita sejoli — ini rahasia kita!
Kita ‘kan dihalau mereka, kautahu itu.

Betapa suramnya menjadi seseorang!
Betapa lazimnya, bagai seekor katak
Untuk katakan namamu sepanjang hari
Kepada tanah becek yang mengagumi!

Diterjemahkan Yohanes Manhitu
Yogyakarta, 10 Januari 2005
---------------------------------

I ’m Nobody!

By: Emily Dickinson

I ’m nobody! Who are you?
Are you nobody, too?
Then there ’s a pair of us—don’t tell!
They ’d banish us, you know.

How dreary to be somebody!
How public, like a frog
To tell your name the livelong day
To an admiring bog!

Monday, October 31, 2011

I Am Here Again

Image: mittencandleco.com

By: Yohanes Manhitu 

The wind is playing now
with the leaves of the trees
growing in this little place,
where people come to pray.

Today I am here again.
And just like when I was here
in the years that have passed,
peace and silence I can find.

This is peace, not loneliness.
Even when you seem to be alone,
the universe is praying with you
before the grotto of the Madonna.

The wind is playing again now
and the leaves are all dancing.
Since the city is far away,
it’s time to say goodbye.

Sendangsono, 12 October 2011

A WOMAN CALLED LASMI a novel by Nusya Kuswantin, translated by John Manhitu (Yohanes Manhitu)


A Woman Called Lasmi, originally written in Bahasa Indonesia under the title Lasmi (Kakilangit Kencana Jakarta, 2009), has its setting in the year of 1965, two decades after the independence of the Republic of Indonesia, in a sub-district of Malang District, East Java. Probably people would say this is a novel with historical setting or even a political one, but it actually is a story regarding a passionate love of a man towards his wife who was cadre of Gerwani (Indonesian Woman Movement), an organization which was banned under the regime of General Suharto, for its alleged role in the failed coup blamed on the PKI (Indonesian Communist Party). (Source: http://ja-jp.facebook.com/notes/monkey-business/uwrf-2011-events-hosted-by-three-monkeys-and-il-giardino/249416641768488). It was launched at Three Monkeys Cafe Bali on Friday, October 7, 2011.

A Woman Called Lasmi was translated by John Manhitu (originally called Yohanes Manhitu)

Friday, September 30, 2011

Sebuah Dialog dengan Nusa



Karya: Yohanes Manhitu

dikau terbaring laksana gajah tidur pulas,
dikau terlentang bisu bagai si singa malas,
dikau biarkan kabut duka selimut rangkap,
dikau biarkan pula bibirmu enggan berucap.

wahai, nusa wangi yang dibayangi nestapa!
kapan dikau tak lagi jadi cemoohan bumi?
kapan dikau berhenti patuhi badai bodoh?
kuingin tatap dikau pelihara jiwa atoinmeo
*.

mataku telah lelah melihat tidur panjangmu,
telingaku tak lagi kuasa dengar seribu keluhan,
lidahku sudah tak sanggup sentuh butir pil kina,
hatiku meratap dengar kabar perawan disantap.

wahai, tanah seribu mantra dan pantun bicara,
bumi tempat tatanan suci tumbuh bagai jagung,
sabana tempat lembu manja kenal sang gembala.
kini saatnya dikau petik dawai gerbang nirwana.

Baciro-Yogyakarta, 14 Desember 2003


* pendekar/panglima (bahasa Dawan, Timor Barat)

Gelora Sanubari


Karya: Yohanes Manhitu

ingin kucurahkan hujan benci dasyatku
yang bisa genangi seluruh penjuru hatimu.
ingin pula kuhembuskan badai tak acuhku
yang bisa sapu rupamu dari dasar sukmaku
tapi deretan awan putih di langit nuraniku
tak sudi sambut arus uap hasrat mabukku.
dan sang waktu lamban membalas sms-ku.
rupanya ia yang ‘kan buat museum rupamu.

jari tanganku kini sudah terasa begitu kaku
untuk putar rol slide yang sarat senyuman
dari wajah riang air kolam senja, beringin,
tapir, kuda nil dan daun padi sawah sempit.
benakku kini kabur, terhalang gelapnya mega
yang telah bertahta menghalau mentari pagi.
dan tubuh kurusku kini jauhi rel absurditas
karena tak sudi digilas roda-roda tak pasti.

Pugeran Timur-Yogyakarta, 15 Mei 2004

Wednesday, August 31, 2011

Hakikat Malam


Karya: Yohanes Manhitu

alam sekitarku terbenam
dalam diam malam Jogja.
ruas jalan hanyut kebisuan
tapi sesekali tampak terjaga,
terusik nyaring kokok jago,
juga deru sepeda motor

layar berbingkai hitamku
masih mendesis mendesus,
setumpuk kitab di kananku,
secangkir kopi setia di kiri,
alunan musik klasik temani,
lewati batas hari tenggelam

telah lama kucintai malam
dan telusuri lorong kelam
di antara dinding-dinding
dan keasyikan tak terlukis
dalam lautan sajak-sajakku
yang rindukan teduh Pasifik.

telah lama kukagumi malam
yang sodorkan rupa pualam,
yang tuangkan anggur ilham
ke dalam cangkir kehausan.
malamku pelamin terjamin
bagi roh dan daging sekata.

Pugeran Timur-Yogyakarta
31 Agustus 2004

Berpacu dengan Waktu


Karya: Yohanes Manhitu

sang waktu terbang laksana anak panah,
terlepas dari busur tanpa sedikit peduli,
tanpa ragu, apalagi seuntai kata sesal.

kutatap hari kemarin yang sirna sudah,
kunikmati hari ini penuh butir keajaiban,
kunanti hari esok dengan penuh harap.

siapa gerangan yang kuasa kekang waktu?
siapa gerangan yang leluasa tentukan masa?
bukankah yang kuasa hanyalah yang kuasa?

kini kuharus atur langkah ‘tuk menapak hari esok
karna kutak rindu ketinggalan dia yang terus berlalu.
ya, dia yang tak pernah peduli. dialah sang waktu. 

Pugeran Timur-Yogyakarta, 25 Agustus 2003

Sunday, July 31, 2011

Tergoda

Karya: Yohanes Manhitu

Di senja ini, tak sengaja
kuusik menit-menit indah
yang telah terbaring diam
di dasar katakombe masa.

Aku hanya sedikit tergoda
oleh aroma petang kota ini
‘tuk telusuri dalam benakku
narasi pudar tentang kita.

Kukira kau pun ‘kan suka
bila segala peristiwa berlalu
tergeletak bisu sebagai mumi
dalam piramida yang terbuang.

Kau dan aku sama-sama tahu
betapa kusut benang-benang tua
yang harus kembali diurai berdua.
Lebih bijak menjalin yang baru.

Senja ini sungguh menantang
namun kalbuku berbisik akrab,
“Kawan, kau telah cukup belajar.
Buka dan bacalah halaman baru!”

Yogyakarta, 10 Oktober 2005

Jendela Hati

Karya: Yohanes Manhitu

bagi hati yang terkatup

Sudahkah kau impikan
jendela hati yang terkuak
dengan tirai sutra tersingkap
mengundang cahaya rembulan
menyapu bersih sudut-sudut kelam
membiarkan pasukan bidadari malam
mengitari vas kaca berisikan mawar surga
dan barisan meja marmer dihiasi buah anggur
seiring alunan musik klasik penawar keheningan?

Pugeran Timur-Jogja, 28 September 2004

Thursday, June 30, 2011

Baur ruma iha memória

Hosi: Yohanes Manhitu

Haree fali sidade boot ida-ne’e,
ha'u lembra momentu ne’ebé
buat hotu-hotu parese foun
tan ha’u foin mai iha-ne’e.

Momentu ne’ebá ha’u laran-taridu
hetan dezafiu nu’udar foin-sa’e
dook hosi inan-aman no maluk sira,
tan de’it loron-aban nia ezijénsia.

Tuir dalan iha sidade nia laran,
loron uluk sira hanesan imajen,
mosu liña naruk ho kór barak,
forma baur ruma iha memória.

Hanoin fali loron uluk sira ne’e,
mosu tan liña seluk ho oin barak
be mai hosi rain nia lidun oioin.
Uluk, lisuk, ami buka matenek.

Kupang, 02 fulan-Juñu 2011

Iha sidade ida-ne’e



Hosi: Yohanes Manhitu

Iha sidade ida-ne’e ha’u hahú
hatene moris universidade nian,
kuru matenek ho balde mamuk
iha fatuk no akadiru sira-nia leet.

Iha sidade ida-ne’e ha’u hahú
aprende oinsá bele hamriik rasik
nu’udar ema ho responsibilidade
no buka dalan ba aban-bairua.

Iha sidade ida-ne’e ha’u hahú
buka maluk hosi fatin barak liu
no fahe ba malu istória oioin,
ne’ebé hakór dalan moris nian.

Iha sidade ida-ne’e ha’u hahú
koñese liután sá maka domin
maski destinu la fó biban luan
atu mehi furak sai realidade.

Iha sidade ida-ne’e ha’u hahú
hanoin hikas kona-ba futuru.
Se bele, ha’u sai sei sidadaun
iha fatin be uluk naran Cupão.

Kupang, 02 fulan-Juñu 2011

Tuesday, May 31, 2011

Hahú hosi Na’i loron-moris

Hosi: Yohanes Manhitu

Ha’u sei lembra loron ne’ebá,
bainhira misa foin de’it remata,
no ita aprezenta malu la kleur.
Ema sira hamriik iha igreja li’ur.

Ne’e dala uluk mai ita na’in-rua,
hetan malu ho ksolok iha knua.
Ita ida-idak hanesan ema foun,
hafoin bolu malu alin no maun.

Loron liu tiha mais ita mantein
fafutuk foun no hamutuk hein
loron-aban sei hateten saida
kona-ba fini babeluk foun ida.

Parese dalan sei naruk hela
mais henesan ema joga bola,
ita aprende bainhira halimar,
atu respeita isin no klamar.

Ha’u sei lembra loron ne’ebá,
bainhira festa ita foin remata,
ita ko’alia di’ak mais la kleur.
Neineik tinan ida sei hakur.

Noemuti, 27 fulan-Maiu 2011
----------------------------

Berawal dari hari lahir Tuhan

Karya: Yohanes Manhitu

Kumasih kenang hari itu,
ketika misa baru saja usai,
dan kita berkenalan tak lama.
Orang-orang berdiri di luar gereja.

Ini kali pertama bagi kita berdua,
bersua dengan gembira di desa.
Masing-masing seperti orang baru,
lalu saling menyebut adik dan kakak.

Hari pun berlalu tetapi kita pelihara
ikatan baru dan bersama menanti
apa yang bakal dibilang hari esok
tentang bibit persahabatan baru.

Tampaknya jalan masih panjang
tetapi serupa orang bermain bola,
kita belajar ketika kita bermain,
untuk hormati tubuh dan jiwa.

Kumasih kenang hari tersebut,
tatkala pesta itu baru berakhir,
kita asyik bercakap tapi tak lama.
Perlahan setahun ‘kan berlalu.

Usia bertambah setahun di sini



Karya: Yohanes Manhitu

Tak terasa kutelah jauh melangkah
laksana musafir menyusuri lembah,
menyeberangi sungai dan lautan,
dan melintasi gunung juga hutan.  

Hari telah berganti hari tiada henti,
meninggalkan jejak untuk diamati.
Gelap dan terang menghias potret
perjalanan yang tak bebas target. 

Sederet panjang waktu terlampaui,
begitu banyak hal belum diketahui,
sehingga tiada henti segala upaya
untuk menemukan berkas cahaya.

Aku anak manusia, insan peziarah,
dilepaskan rahim ke alam sejarah.
Di sinilah aku belajar kenal wujud.
Di sini padaNya aku pun bersujud.

Setelah sekian lama baru kali ini
usiaku bertambah setahun di sini
di tengah-tengah ayah-bundaku,
jua para saudara dan kerabatku. 

Hanya syukur dan terima kasih
bagi Dia, Sang Maha Pengasih
serta mohon sehat dan selamat
yang memenuhi saat berahmat.

Aku masih harus terus berziarah
sambil menilik ke berbagai arah.
Berjalan ke arah upaya berjaya;
Berlayar ke arah hati bertanya.

Noemuti-TTU, 24 Mei 2011

Thursday, April 28, 2011

Kalohan hamaluk ha’u


Hosi: Yohanes Manhitu

Tuur iha aviaun laran,
dook hosi rain nia oin.
Iha kalohan nia klaran,
ha'u temi Na’i nia naran.

Tilun rona aviaun nia lian,
matan la hetan loromatan.
Maibé liuhosi janela oan
ha'u haree ninia roman.

Lakleur aviaun sei tau ain
neineik iha nia to’o-fatin.
Ksolok mosu iha laran
tan Nia haraik bensaun.

Lion Air, fulan-Marsu 2010

---------------------------
Awan menemaniku

Duduk di dalam pesawat ini,
jauh dari permukaan bumi.
Di tengah-tengah awan,
kusebut nama Tuhan.

Telinga mendengar suara pesawat,
mata tak menemukan matahari.
Tapi melalui jendela kecil
kulihat cahayanya.

Sebentar lagi pesawat mendarat
perlahan di tempat tujuannya.
Timbul kegembiraan di hati
karena Ia curahkan berkat.

Poezia-na’in ho maktemok


Hosi: Yohanes Manhitu

Kona-ba poezia-na’in no maktemok,
saida loos mak halo sira oin-ketak?
Se ema ruma husu ha’u nune’e,
ha’u sei hatán hanesan ne’e:

Ho liafuan sira poeta halivre
no ninia fuan maka liberdade.
Ho liafuan sira maktemok futu
no ninia rezultadu maka fatutuk.

Liafuan sira soi kbiit rasik atu kesi
maski mosu hosi libertadór dunik.
Maibé liafuan sira sei kbiit-laek
se ema la hatene trata língua.

Kefa-Timor, fulan-Janeiru 2010

----------------------------
Penyair dan perayu

Tentang penyair dan perayu,
apa yang membedakan mereka?
Jika seseorang bertanya begitu padaku,
maka aku ‘kan menjawab begini:

Dengan kata-kata penyair membebaskan,
dan buahnya adalah kebebasan.
Dengan kata-kata perayu mengikat,
dan akibatnya adalah ikatan.

Kata-kata mempunyai daya pengikat
meski diucapkan pembebas sekalipun.
Tapi kata-kata akan menjadi tak berdaya
bila orang tak tahu memperlakukan bahasa.