(Terjemahan saya dari puisi THE QUARRY ini dimuat untuk memperingati 10 tahun wafatnya sastrawan termasyhur Karol Wojtyła [Sri Paus Yohanes Paulus II])
Foto: http://andrewstrain.photoshelter.com
Oleh: Karol Wojtyła
Ia tak sendiri.
Otot-ototnya tumbuh berkerumun,
energilah denyutan mereka,
sejauh palu mereka pegang, selama
kakinya menyentuh tanah.
Dan sebongkah batu bentur pelipis dan
menembus bilik jantungnya.
Tubuhnya mereka angkat dan gotong di jalan kesunyian.
Kerja keras masih melekat padanya, ada perasaan bersalah.
Mereka berblus kelabu, tumit bot di dasar lumpur.
Dengan ini, mereka nyatakan kesudahannya.
Betapa kejam akhir hayatnya: jarum pada voltase rendah
melonjak, lalu kembali lagi ke titik nol.
Batu putih yang kini ia kandung gerogoti raganya,
dan cukup bisa menjelmakannya sehakekat batu.
Siapakah yang ‘kan singkirkan batu itu dan
beberkan angan-angannya di dasar pelipis remuk?
Demikianlah gips meretak di tembok.
Ia mereka baringkan, punggungnya beralaskan kerikil.
Istrinya tiba, letih oleh cemas; putranya pulang dari sekolah.
Haruskah amarahnya mengalir ke marah jiwa lain?
Dirinya matang lewat kebenaran dan cintanya.
Haruskah ia dimanfaatkan mereka yang muncul kemudian,
yang mencabut hakekat, yang unik dan sungguh kepunyaannya?
Batu-batu bernyawa lagi; sebuah gerbong lukai kembang-kembang.
Sekali lagi arus listrik kembali menembus tembok-tembok.
Tapi lelaki itu telah bawa pergi kerangka inti dunia, tempat
makin memuncak amarah, makin tinggi pula ledakan cinta.
Diterjemahkan oleh Yohanes Manhitu
Yogyakarta, 3 Januari 2005
Sumber puisi asli: http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/pope/poems
Thursday, April 2, 2015
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment