Wednesday, April 30, 2008

Menanti Jawaban Tak Kunjung Tiba


Karya: Yohanes Manhitu

Tergodaku untuk bersoal dalam hati kecil
Tentang hal-hal besar di raut wajah kerdil
Dan juga soal kecil di wajah tampak besar
Kendati tiada harapan akan jawaban pasti.

Akhir-akhir ini kumulai bisa menyadari fakta
Bahwa tak setiap pertanyaan akan dijawab.
Orang suka membisu terhadap tanda tanya
Sebab nyaman dengan sebaris tanda seru.

Sebenarnya terlalu banyak hal yang patut,
Yang ingin kutanyakan kepada penjawab.
Tentu ia bukan mesin penjawab telepon,
Walau pesawat pasti jauh lebih spontan.

Konon telah lama ada mesin penjawab
Dengan piranti prabayar produksi lokal.
Makin lancar tunai makin cepat layanan.
Bila pertanyaan sulit harga pun melangit.

Pada akhirnya kusadari kenyataan terkini:
Perlu antre untuk dapatkan satu jawaban
Dan itu belum tentu adalah jawaban pasti.
Bisa jadi akan ciptakan pertanyaan baru.


Yogyakarta, 1 April 2008

Losmen


Karya: Paul Verlaine

Untuk Jean Moréas

Bertembok putih, beratap merah, itulah losmen baru di tepi
Jalan besar berdebu yang buat kaki gosong dan berdarah,
Losmen ceria yang beri Sukacita bagi pembawa panji.
Anggur biru, roti empuk, dan tak perlu paspor.

Di sini orang-orang merokok, beryanyi, dan tidur.
Yang empunya rumah prajurit tua, dan istrinya yang sisir
Dan mandikan sepuluh bocah cilik berseri penuh kudis kepala
Bercakap soal cinta, nikmat dan senang, dan ia benar!

Ruang berplafon balok hitam, berhiaskan gambar-gambar.
Wajah-wajah seram, Maleck Adel dan Raja-raja Majus,
Menyambut Tuan dengan aroma lezat sup kobis.

Apakah Tuan dengar? Itulah panci yang temani
Jam berdenting penuh gairah dengan denyut nadinya.
Dan jendela terkuak di kejauhan di dusun sana.


Diterjemahkan oleh Yohanes Manhitu

Yogyakarta, 01 Januari 2005


====================================


L'AUBERGE

À Jean Moréas

Murs blancs, toit rouge, c'est l'Auberge fraîche au bord
Du grand chemin poudreux où le pied brûle et saigne,
L'auberge gaie avec le Bonheur pour enseigne.
Vin bleu, pain tendre, et pas besoin de passeport.

Ici l'on fume, ici l'on chante, ici l'on dort.
L'hôte est un vieux soldat, et l'hôtesse qui peigne
Et lave dix marmots roses et pleins de teigne
Parle d'amour, de joie et d'aise, et n'a pas tort !

La salle au noir plafond de poutres, aux images.
Violentes, Maleck Adel et les Rois Mages,
Vous accueille d'un bon parfum de soupe aux choux.

Entendez-vous ? C'est la marmite qu'accompagne
L'horloge du tic-tac allègre de son pouls.
Et la fenêtre s'ouvre au loin sur la campagne.

Oh, Lonceng Dusunku


Karya: Fernando Pessoa

Oh, lonceng dusunku
yang bersedih di sore tenang,
tiap dentangmu
bergema dalam sukmaku…

Dan begitu perlahan gemamu
begitu pilu, sepilu kehidupan,
hingga dentang awalmu saja
telah alunkan bunyi bertalu.

Walau dentangmu dekat padaku,
bila kupergi, terus mengembara,
kau bagiku laksana sebuah mimpi
kaumenggemakanku dalam sukma terpencil.

Setiap dentangmu,
bergetar di angkasa luas,
kurasa masa silam kian jauh,
kurasa kerinduan semakin dekat…


Diterjemahkan oleh Yohanes Manhitu

Yogyakarta, 13 Januari 2004


======================


Ó SINO DA MINHA ALDEIA

Ó sino da minha aldeia
dolente na tarde calma,
cada tua badalada
soa dentro da minha alma...

E é tão lento o teu soar,
tão como triste da vida,
que já a primeira pancada
tem o som de repetida.

Por mais que me tanjas perto,
quando passo, sempre errante,
és para mim como um sonho,
soas-me na alma distante.

A cada pancada tua,
vibrante no céu aberto,
sinto o passado mais longe,
sinto a saudade mais perto...

Pintu (La Puerta)


Karya: Alfredo García Valdez*

Di mana pun kauberada: di dasar laut, di pucuk bintang, di rongga pepohonan, di dasar batu prasasti, pun di bola mata perempuan, pintu terbuka dan tertutup. Hujan kerinduan atau tegangan hasrat sanggup membukanya. Pasir mimpi menumpuk di ambangnya. Dan di atas pintu, nama sejatimu terukir dengan garam. Di baliknya ‘kan kaujumpai ia yang lain, sosok sejati, yang pergi berkeluyuran selagi kaumenangis, tidur atau bercinta.

Pintu melambangkan perjanjian yang mengikatmu dengan dunia kematian, pun dengan alam kehidupan. Di baliknya tiada selir ataupun perpustakaan: ini bukan ilmu tentang aksara atau daging. Pintulah engsel yang satukan surga dan neraka; pintulah piston yang pompakan lautan teduh, jua berbadai; dan pintulah rongga pengatur alur napasmu sebagai orang mati, pun sebagai orang hidup.

Oh harapan, kaulah kepolosan bocah yang langkahi ambang pintu sambil melanjutkan permainan mengasyikkan. Sang kekasih simak cakapmu penuh sabar dan mencari jejak-jejak kata wasiat, mengelusmu di tidurmu dan temukan kunci di antara tulang-belulangmu. Bila ia sanggup lewati pintu itu, ia bakal menjelma jadi sosok utuh, yang berjalan-jalan selagi kaumenderita, bekerja atau tertawa.

Oh harapan, kaulah kepolosan bocah yang nekat mengusik si macan diam.

 
Diterjemahkan oleh Yohanes Manhitu
Yogyakarta, 9 Juni 2002

====================================

LA PUERTA

Por: Alfredo García Valdez

Donde quiera que estés, la puerta se abre y se cierra: en el fondo del mar, en la punta de una estrella, adentro de un árbol, bajo una lápida, o en las pupilas de una mujer. Puede abrirla la lluvia de la nostalgia o la electricidad del deseo. La arena del sueño se acumula en el umbral. Sobre la puerta está escrito con sal tu verdadero nombre. Detrás de ella está el otro, la persona auténtica, que sale a deambular mientras lloras, duermes o amas.

La puerta simboliza el pacto que te liga al pueblo de los muertos y al pueblo de los vivos. Tras de ella no hay un harén ni una biblioteca: este saber no tiene conexión con la letra ni con la carne. Es el quicio que une al cielo y al contracielo, el émbolo que bombea las aguas dormidas y las aguas de la tormenta, el diafragma que regula tu respiración como hombre muerto y como hombre vivo.

Oh esperanza, eres la inocencia del niño que traspone el umbral siguiendo un juego ensimismado. La amada escucha pacientemente tu conversación, buscando los rastros de la palabra mágica; te acaricia mientras duermes, buscando entre tus huesos la clave. Si logra trasponer la puerta, regresará convertida en la auténtica persona, la que deambula mientras sufres, trabajas o ríes.

Oh esperanza, eres la inocencia del niño empeñado en zaherir al leopardo del silencio.

 -------------------
* Alfredo García Valdez lahir di Cedros, Zacatecas, Meksiko tengah, 1964, belajar Sastra Spanyol di Universidad de Coahuila. Ia adalah mantan penerima beasiswa INBA dalam genre esai dan telah menerbitkan puisi dan ulasan di Tierra Adentro, Sábado de Unomásuno, La Jornada Semanal, Los Universitarios, Casa del Tiempo y La Gaceta del Fondo de Cultura Económica. Ia juga pengarang buku kumpulan esai yang berjudul “Máscaras” (Topeng-topeng). Puisi La puerta karya Alfredo García Valdez di atas dikutip dari majalah "Biblioteca de México", Nomor 40, Juli-Agustus 1997, hlm. 18.