Oleh: YOHANES MANHITU
Pengantar
Bahasa Indonesia, sebuah bahasa Austronesia, adalah bahasa persatuan bangsa Indonesia dan bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke. Fungsi yang pertama disiratkan secara sosiologis dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 pada butir ketiga dan yang kedua dinyatakan secara yuridis dalam UUD RI 1945, pasal 36. Secara gramatikal, bahasa Indonesia adalah ragam dari bahasa Melayu, sebagaimana yang dicetuskan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan yang menyatakan bahwa asal bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu. Dan dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu (Riau) yang disesuaikan dengan pertumbuhannya dalam masyarakat Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi negara dan digunakan oleh hampir seluruh seluruh penduduk Indonesia yang mendiami belasan ribu pulau kecil dan besar dan menjadi bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, administrasi pemerintah dan media massa.
Selain di Indonesia yang berpenduduk lebih dari 200 juta jiwa dan merupakan negara keempat yang terpadat penduduknya di dunia, bahasa Indonesia pun digunakan di Timor-Leste sebagai bahasa asing berhubung negara ini pernah menjadi provinsi ke-27 NKRI. Dalam jumlah yang kecil bahasa Indonesia digunakan oleh para perantau Indonesia yang berdiam di banyak belahan dunia. Tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia, Taiwan, Arab Saudi, dll. tentu tak melupakan bahasa nasional mereka. Di mancanegara, bahasa Indonesia juga diajarkan di sejumlah universitas. Sebut saja Universitas Hamburg di Jerman yang memiliki jurusan bahasa Indonesia.
Perbendaharaan Kata (Kosakata)
Dalam perkembangannya, berhubung terjadi kontak kebudayaan, bahasa Indonesia menyerap banyak kosakata dari bahasa (menurut susunan abjad) Arab (kalimat, kurban, dll.), Belanda (dongkrak, formulir, dll.), Cina (tahu, bakso, dll.), Hindi, Inggris, Parsi (piala, domba, dll.), Portugis (meja, dadu, dll.), Sanskerta-Jawa Kuno (acara, jaksa, dll.), dan Tamil. Dari bahasa-bahasa tersebut, bahasa Inggris-lah yang masih terus-menerus menjadi sumber pemungutan kata-kata baru, terutama yang berhubungan dengan produk-produk ternologi dan konsep modern. Dan lebih jauh lagi, karena dipicu oleh rasa tunaharga-diri, penggunaan kata-kata bahasa Inggris yang masih belum disesuaikan bunyinya dengan aturan bahasa Indonesia digunakan begitu saja dalam komunikasi, baik lisan maupun tertulis. Hal ini cukup mengemuka belakangan ini.
Ejaan (Ortografi)
Demi keseragaman penulisan, maka sejak tahun 1972, telah digunakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), yang mana digunakan juga di Malaysia. Pedoman umum ejaan bahasa Indonesian disempurnakan meliputi (1) pemakaian huruf, (2) pemakaian huruf kapital dan huruf miring, (3) penulisan kata, (4) penulisan unsur serapan; dan (5) pemakaian tanda baca.
.
Bunyi
Ditinjau dari sudut bunyi bahasa, bahasa Indonesia memiliki enam buah vokal: a, e, i, o, u, dan e pepet ("eē"), dan tiga buah diftong (ai, au, oi). Konsonannya terdiri atas p, b, t, d, k, g, v, j, h, ng, ny, m, n, s, w, l, dan y. Konsonan lain seperti f, v, sy, z, dan kh hanya dijumpai pada kata-kata serapan.
Tata bahasa (Gramatika)
Berbeda dengan bahasa-bahasa Eropa, bahasa Indonesia memiliki aturan gramatikal yang dianggap lebih mudah. Bahasa Indonesia, seperti dialek-dialek Melayu yang lain, tidak memiliki kategori kata benda/nomina berdasarkan jenis kelamin kata/gender, misalnya maskulin (laki-laki) dan feminin (perempuan) dalam bahasa-bahasa turunan Latin pada umumnya dan maskulin (laki-laki), feminin (perempuan) dan neuter (banci) dalam bahasa Jerman. Walaupun demikian, terdapat juga beberapa bentuk maskulin-feminin seperti wartawan-wartawati, mahasiswa-mahasiswi, pemuda-pemudi, putra-putri, seniman-seniwati, dll. Konon bentuk-bentuk ini bukan asli Melayu, melainkan merupakan serapan dari bahasa Sanskerta.
Bentuk jamak kata benda dalam bahasa-bahasa turunan Latin (Romawi) pada umumnya dibuat dengan menambahkan huruf s pada akhir kata. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, hal ini dibentuk dengan menggandakan kata benda tersebut, misalnya buku menjadi buku-buku, atau anak menjadi anak-anak. Namun kadangkala, jika konteks kalimat sudah jelas maka penggandaan tak perlu.
Kata kerja/verba dalam bahasa Indonesia tidak berubah menurut subjek, kala, dan modus. Struktur kalimat bahasa Indonesia kadang-kadang mirip dengan struktur bahasa Spanyol. Misalnya, Kami mempunyai sebuah rumah besar. ([Nosotros] tenemos una casa grande.). Ia bekerja di sebuah organisasi internasional. ([El/ella] trabaja en una organización internacional).
Sejauh ini hal yang sering dianggap cukup sulit bagi mereka, terutama orang asing, yang mulai belajar bahasa Indonesia adalah pemahaman dan penggunaan afiksasi/imbuhan, yang terdiri dari awalah/prefiks, sisipan/infiks, dan akhiran/sufiks. Sebenarnya hal ini masih juga sering membingungkan bagi orang-orang Indonesia sendiri. Barangkali kita masih ingat akan kebingungan penggunaan kata memenangi dan memenangkan, misalnya dalam frase memenangi pertandingan atau memenangkan pertandingan. Mari kita menyelidiki yang tepat.
Yogyakarta, 13 September 2007
hmm setuju tuh kalo imbuhan -i sama -kan membingungkan! tapi gw pernah belajar di sekolah kalo imbuhan -i itu yang jadi penderita subjeknya (nih kalo gak salah soalnya gw belajar ini smp en kuliah gw bahasa inggris semua hahaha) terus kalo -kan itu yang jadi penderita objeknya.
ReplyDeletegw juga sebenernya agak bingung mana gue sebentar lagi harus ngajar orang bule...terus temen gw pernah tanya,, bedanya dibeliin ama dibelikan apa? hehehe...ternyata bahasa indonesia untuk orang aslinya sendiri pun bingungin yah!