Oleh: Yohanes Manhitu
Aku bertekad menulis di bubungan awan
agar surga bisa susuri bukit
dan ngarai sajakku
dengan sinar mentari pagi
sebagai lenteranya.
Di sana, setiap bait sajakku
yang menari-nari
dilumuri madu rimba perawan
berahmat
dan diperciki wewangian padma eden
yang di matanya asing kelayuan.
Dan kemudian butir-butir kataku
‘kan kurangkai serupa kuntum melati dini
dan kukalungkan di lehermu, wahai kekasih,
yang telah serahim dengan pualam bumiku
agar kau dan aku senapas
hirup udara firdaus.