Sunday, September 30, 2012

Suara nan indah dari surga


Oleh: Yohanes Manhitu

Untuk Wolfgang Amadeus Mozart 

 
Sudah sangat sering musikmu nan elok
menemaniku dalam pencarian panjang.
Hatiku tenggelam dalam melodi tiada henti
yang menghias langkah waktu di jalannya.

Setiap kali kusimak musikmu nan indah,
hatiku pun dipenuhi aliran kedamaian
yang berasal dari langit yang tinggi,
laksana suara sekelompok malaikat.

Sepertinya aku selalu kauajak melangkah
‘tuk pergi menjangkau pusaran suara indah
yang tersembunyi di tempat jauh nan terjaga,
dan musikmu mengalir sampai ke dalamnya.

Namamu, suaramu melampaui batas
dan mengisi sanubari berbagai generasi
laksana kisah leluhur yang dipelihara
bagi para keturunan penghuni bumi.

Suara indah ini datang dari Yang Abadi
dan mengalir melalui keelokan musikmu.
Hatiku mengalir dalam sukacita mendengar
dan aku meluhurkan Sang Raja di surga.

Yogyakarta, September 2012
Versi asli dalam bahasa Dawan:
Hanaf alumat nâko neno-tunan

Molok atu hasoru rai-naroman


Hosi: Yohanes Manhitu

Kalan nia oin be hakmatek tebes
dada ha’u ba furak ne’ebé boot,
hanesan tasi luan ida lahó ninin
be dada ema ró ba ninia klaran.

Minutu ba minutu liu nafatin,
ha’u sente hanesan ema la’o-rai
book an entre fatin no tempu
molok rai-naroman hakse’ok.

Ha’u sei nunka hakribi rai-loro
maski fuan-monu ba rai-kalan.
Durante kalan naruk, ha’u bele
hetan fatin iha fulan-naroman.

Karik rai-kalan mós hakarak
atu ha’u hamaluk iha viajen,
hosi momentu loro-monu
to’o molok manu-kokoreek.

Yogyakarta, fulan-Agostu 2012
-----------------------------------------

Sebelum menyongsong fajar


Oleh: Yohanes Manhitu

Rupa malam yang begitu tenang
menarikku kepada keelokan agung,
ibarat samudra luas tiada bertepi
yang menarik pelaut ke pusarnya.

Menit demi menit terus berlalu,
kumerasa aku ibarat pengembara
yang bergerak di antara ruang dan waktu
sebelum fajar mengucapkan salam.

Aku tak akan membenci siang
walau kujatuh hati pada malam.
Selama malam panjang, aku bisa
temukan ruang di terang rembulan.

Barangkali malam pun berkenan
agar ia kutemani dalam perjalanan
dari saat sang mentari terbenam
hingga sebelum ayam berkokok.

Wednesday, August 1, 2012

Agar kau dan aku senapas




Oleh: Yohanes Manhitu

Aku bertekad menulis di bubungan awan
agar surga bisa susuri bukit dan ngarai sajakku
dengan sinar mentari pagi sebagai lenteranya.

Di sana, setiap bait sajakku yang menari-nari
dilumuri madu rimba perawan berahmat
dan diperciki wewangian padma eden
yang di matanya asing kelayuan.

Dan kemudian butir-butir kataku
‘kan kurangkai serupa kuntum melati dini
dan kukalungkan di lehermu, wahai kekasih,
yang telah serahim dengan pualam bumiku
agar kau dan aku senapas hirup udara firdaus.

Pugeran Timur-Yogyakarta, 21 Agustus 2004

Nilai sehelai kehangatan



Oleh: Yohanes Manhitu

“Dingin...” bisik tubuhku yang diterpa dingin malam.
“Kubutuh kehangatan...” pinta kulitku yang menggigil.
Tapi kehangatan tak kunjung tiba hingga datang fajar.

Wahai dingin, mengapa kau siksa tubuh tak bersalah?
O kehangatan, kenapa kau enggan merangkul manja?
Mengapa pula kau biarkan malam lepas tak berbekas?

“Berapa harga sekilo kehangatan di toko antidingin?”
Tanya seorang pria kesal yang tersiksa dingin malam.
“Sekilo seharga satu ton cinta,” kata seorang pelayan.

Sang pria tutup seonggok dompet tak berisikan cinta.
Lalu pergi tinggalkan toko penuh sejuta kata kecewa.
“Kenapa kehangatan sangat mahal?” gerutu sang pria.

Wahai sang kehangatan, penebus sejati di kala dingin,
Jangan pernah kau biarkan tubuh kurus ini membeku!
Liputilah ragaku tanpa berhitung dolar ataupun rupiah!

Baciro-Yogyakarta, 25 Agustus 2003

Monday, July 2, 2012

Di Tengah Kabut

Sumber: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXVfu9klPnclmfNq2KCidM4SKQ43OXrAo0XpYlr8IWssaJhu0fatfe725h-IeybzVrE8ocIbdHB3YBIs-03UxHWdK6edoNE2xyROJMoXl7XPBQTEhkHRwjkx5tzbWR0gWyH3LB4VTo8rre/s1600/Entre+Brumas.JPG

Oleh: Yohanes Manhitu 
 
Berarak teratur kabut-kabut putih
yang lalu menyelimuti untuk sesaat
ruang hijau di antara bukit-bukit
di bawah atap luas jagat raya.

Menari riang bunga-bunga indah
di tengah kabut bercorak putih
membentuk sekelompok penari
seakan-akan berada di panggung.

Lihat! Kini kabut-kabut menikmati
kebebasan melewatkan saat indah
sebelum undur nyaris tak berbekas
selagi angin tak berembus kencang.

Warna biru berpadu dengan kabut
dan langit pun jadi kanvas halimun.
Masih berkuasa kabut-kabut putih
ketika wajah mentari tak tampak.

Tanpa ragu bak penari-penari pasti,
masih beraksi bunga-bunga itu hening.
Menari itu pergumulan di tengah kabut,
tempat kekaburan memegang mandat.

Yogyakarta, September 2011

----------------------------------

Entre Brumas

Por: Yohanes Manhitu

Desfilan regularmente brumas blancas
que pues cubren por algún momento
un espacio verde entre las colinas
bajo el vasto tejado del universo.

Bailan con alegría flores hermosas
entre las brumas de color blanco
formando un grupo de bailarinas
como si estuvieran en escenario.

¡Mira! Ahora disfrutan las brumas
la libertad de pasar un buen rato
antes de retirarse casi sin trazas
mientras no sopla fuerte el viento.

El azul está mezclado con brumas
y el cielo se hace lienzo neblinoso.
Reinan todavía las nieblas blancas
cuando el sol no muestra su rostro.

Sin duda como seguras bailarinas,
obran todavía las flores sin ruido.
Es una lucha bailar entre brumas,
donde vaguedad tiene el mando.

Yogyakarta, septiembre de 2011

----------------------------------
Versi Rumania oleh Elena Liliana Popescu

Între Ceţuri

de Yohanes Manhitu

Defilează în mod regulat ceţuri albe
care apoi acoperă, la un moment dat
spaţiul verde dintre dealuri
sub marele acoperiş al universului.

Dansează cu bucurie frumoase flori
între ceţurile albe
formând un grup de dansatoare
ca şi cum ar urma un scenariu.

Priveşte! Acum se bucură ceţurile
de libertatea de a petrece un bun moment
înainte de a se retrage aproape fără urmă
în timp ce vântul va sufla cu putere.

Albastrul este amestecat cu ceţuri
şi cerul devine o pânză înnorată.
Încă domnesc ceţurile albe
când soarele nu îşi arată faţa.

Fără îndoială ca autentice dansatoare
realizează piruete fără zgomot.
Este o luptă să dansezi între ceţuri,
unde neclaritatea este în elementul ei.

Traducere de Elena Liliana Popescu
Bucarest, Romania, 06-01-2012

-----------------------------------
Catatan: Versi Indonesia dan Spanyol puisi ini terbit di antologi "EL COLOR DE LA VIDA"--antologi puisi 60 penyair dari lima benua menurut karya-karya pelukis dan pematung kenamaan Spanyol Cristóbal Gabarrón (SELIH, Salamanca, Spanyol, 2011). Versi PDF antologi tersebut terdapat di http://www.elena-liliana-popescu.ro/pdf/poeti-el_color_de_la_vida.pdf



Ikut dalam "EL COLOR DE LA VIDA"--antologi puisi 60 penyair sedunia menurut karya-karya seniman Spanyol Cristóbal Gabarrón

Sumber: http://www.larazon.es/images/uploads/image/f0/f5/355466/c617x266_039CYL05FOT1.jpg?1328389818
Puji Tuhan! Setelah ikut dalam LOS POETAS Y DIOS, antologi puisi penyair Hispanik (León, Spanyol, 2007), dan EL PAISAJE PROMETIDO, antologi puisi 68 penyair dari lima benua menurut karya-karya pelukis kenamaan Spanyol José S. Carralero (SELIH [Sociedad de Estudios Literarios y Humanísticos de Salamanca], Spanyol, 2010), kini hadir bersama dengan Luis Alberto de Cuenca, Antonio Colinas, Luis Antonio de Villena, Albano Martins, Verónica Amat, Juan Antonio González Iglesias, Antonio Colinas, Alfredo Pérez Alencart, Carlos Aganzo, Violeta Bóncheva, Kellam Greenwood, Cho Seung-hui, Yao Xiaquin, José María Muñoz Quirós, Antonio Salvado, Krystyna Rodowska dan lain-lain dalam "EL COLOR DE LA VIDA"--antologi puisi 60 penyair dari lima benua menurut karya-karya pelukis dan pematung kenamaan Spanyol Cristóbal Gabarrón (SELIH, Salamanca, Spanyol, 2011).

Wawancara televisi Spanyol dengan Alfredo Pérez Alencart, presiden SELIH: http://www.youtube.com/watch?v=CW3iutn_Ja4

Sunday, July 1, 2012

Baca Puisi "Menyusuri Lorong Waktu-Yohanes Manhitu" Oleh: Alvian Kurniawan


Silakan simak pembacaan puisi saya "Menyusuri Lorong Waktu" (15 Mei 2004) oleh Alvian Kurniawan. Kepada Bung Alvian, saya ucapkan banyak terima kasih. Salam sastra,
-----------------------------------------------

Menyusuri Lorong Waktu

Karya: Yohanes Manhitu

Sengaja kududuki kursi yang sama,
menghadap ke meja yang sama pula
di bawah langit-langit yang sama
pada menit-menit yang kukira sama.

Dalam ruang yang sama, tampak abadi,
pada masa yang tak tampak berbeda,
kau koyak tirai hatimu yang terluka
akibat sayatan dalam alam maya.

Masih kuingat isakmu melintasi malam,
kertas-kertas kerdil jembatani isi benak.
kuhanya sanggup tawarkan cahaya redupku
yang kau balas dengan pelukan merdekamu.

Sengkan-Yogyakarta, 15 Mei 2004

Renungan di Awan


Oleh: Yohanes Manhitu

Dua jam menerjang awan mengarak,
dua jam melintas di tebaran kabut,
dua jam pula kunikmati renungan di awan.

Oh, Engkau Yang Mahakuasa!
Tak dapat kulukis kuasa ilahiMu,
tak kuasa pula kupahat tangan kokohMu.

Di bumi, Kau tak kujumpai,
di antara barisan awan pun Kau tiada,
tapi Kau sentil nuraniku di langit sekalipun.

Engkaulah yang bertakhta di awang-awang.
hamba tak pantas Engkau lawati.
Bersabdalah saja maka hamba ‘kan selamat
menerjang awan dan kabut.

Kursi 17d-Boeing 737-400-Batavia Air
22 April 2003