Untuk
kesekian kalinya, saya menerima paket berisikan buku puisi multibahasa
yang di dalamnya terdapat paling kurang satu terjemahan saya dan juga
paraf penulis atau editor. Hal bagus ini berlangsung sejak tahun 2007
ketika saya menerima paket dengan buku Los Poetas y Dios (antologi
puisi para penyair Hispanik; León, Spanyol, 2007). Antologi ini memuat
tiga puisi asli saya dalam bahasa Spanyol dan
sebuah terjemahan saya dari bahasa Spanyol ke bahasa Indonesia untuk
puisi Alfredo Pérez Alencart. Kali ini, di dalam A Cabeleira
(Fragmentos) karya Claudio Rodríguez Fer (sastrawan dan profesor dari
Galisia, Spanyol; https://en.wikipedia.org/ wiki/Claudio_Rodriguez_Fer)
juga ada paraf penulis karya asli sebagai ucapan terima kasih atas
kerja sama penerjemah. Semoga dialog sastra antarbangsa melalui puisi
bisa lestari. (Yogyakarta, 13 Juni 2018)
Saturday, June 30, 2018
Sungguh Beruntung Bisa Banyak Belajar Dari Dua Maestro Sastra Dunia
Foto: www.google.com |
Keuntungan lain dari menerjemahkan Gitanjali (kumpulan 103 puisi Inggris karya Rabindranath Tagore, pemenang Nobel sastra 1913) ke bahasa Dawan (rampung pada 2016 dan akan terbit) adalah saya memperoleh kesempatan bagus untuk membandingkan dengan cukup teliti seluruh versi Prancis dan Spanyol karya Nobel tersebut, yang saya gunakan sebagai pembanding bagi terjemahan Dawan saya. Ternyata terjemahan Prancis oleh André Gide (L'Offrande Lyrique, 1917) lebih 'setia' kepada Gitanjali versi Inggris---terjemahan Tagore sendiri pada tahun 1912---daripada terjemahan Spanyol oleh Juan Ramón Jiménez dan istrinya Zenobia Camprubí (Ofrenda lírica, 1918). Terjemahan pasangan suami-istri sastrawan ini lebih bebas, terkadang lebih singkat. Sebagai catatan, André Gide (1869–1951; sastrawan Prancis) adalah pemenang Nobel sastra 1947 dan Juan Ramón Jiménez (1881–1958; sastrawan Spanyol) adalah pemenang Nobel sastra 1956. Jadi, sungguh beruntung bisa banyak belajar dari dua maestro sastra dunia ini. Asyik!
Dalam menerjemahkan karya sastra, akan lebih baik bila menggunakan lebih dari satu versi sebagai sumber atau pembanding. Dan tentu hal ini hanya bisa terjadi kalau sang penerjemah sempat menekuni lebih dari dua bahasa.
Dalam menerjemahkan karya sastra, akan lebih baik bila menggunakan lebih dari satu versi sebagai sumber atau pembanding. Dan tentu hal ini hanya bisa terjadi kalau sang penerjemah sempat menekuni lebih dari dua bahasa.
A.D.M. Parera: Poliglot dan Sejarawan dari Timor
Tampaknya,
berdasarkan catatan di buku Sejarah Pemerintahan Raja-Raja Timor (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994; Drs. Gregor Neonbasu, SVD [ed.]),
poliglot pertama dari Timor Barat, NTT, yang menulis buku tentang Timor
adalah penulis buku tersebut di atas, yakni Anselmus Dominikus Meak
Parera (Tubaki, 21 Mei 1916–Kupang, 18 Februari 1973). A.D.M. Parera
hidup di tiga zaman (zaman Belanda, zaman Jepang, dan zaman kemerdekaan) dan menguasai bahasa Dawan, Tetun, Rote, Sabu, Kemak,
Indonesia, dan Belanda. Berdasarkan daftar bacaan di bukunya itu, sangat
mungkin ia juga berbahasa Inggris.
Ia pernah memegang beberapa jabatan penting pada masa hidupnya, di antaranya juru tulis Raja Camplong (1944-1946) dan asisten dosen luar biasa jurusan sejarah daerah pada FKIP Universitas Nusa Cendana Kupang (tahun 1960-an).
Foto: Hasil repro saya dari sampul belakang buku tersebut
Ia pernah memegang beberapa jabatan penting pada masa hidupnya, di antaranya juru tulis Raja Camplong (1944-1946) dan asisten dosen luar biasa jurusan sejarah daerah pada FKIP Universitas Nusa Cendana Kupang (tahun 1960-an).
Foto: Hasil repro saya dari sampul belakang buku tersebut
(Tegalyoso, Yogyakarta, 4 Juni 2018)
Belajar Bahasa Asing dengan Penuh Kesadaran
Foto: www.google.com |
Kalau dilakukan dengan penuh kesadaran, belajar bahasa asing apa pun tak akan mengancam keberlangsungan bahasa ibu yang sudah biasa digunakan. Justru bahasa asing itu akan membantu untuk "meneropong" bahasa ibu kita. Kata-kata Johann Wolfgang von Goethe (sastrawan dan negarawan Jerman) berikut ini kembali menggema: Wer fremde Sprachen nicht kennt, weiß nichts von seiner eigenen. (Jerman, Barang siapa tidak mengenal bahasa asing, tidak tahu apa-apa tentang bahasanya sendiri.) Mari kita terus belajar! (Yogyakarta, 2 Juni 2018)
Ingin Menerbitkan Ulang Kumpulan Puisi Dawan "Nenomatne Nbolen", Tetap Tanpa Terjemahan
Ingin sekali saya membaca ulang, memoles secara ortografis, dan menerbitkan ulang kumpulan puisi Nenomatne Nbolen: Puisi Uab Metô Sin Lê Mabuab (Sebuah Antologi Puisi Dawan). Ini adalah kumpulan perdana berbahasa Dawan (tanpa terjemahan) saya yang diterbitkan dengan edisi terbatas di Yogyakarta oleh Genta Press pada tahun 2009. Semoga niat baik ini bisa terwujud dalam waktu dekat dan membuahkan hasil. Deo volente!
Catatan: Nenomatne Nbolen berarti "Matahari Telah Terbit". Kumpulan puisi asli saya dalam bahasa Dawan (bahasa Timor terbesar menurut jumlah penutur asli) ini kini terdapat di katalog lima perpustakaan mancanegara berikut ini:
Catatan: Nenomatne Nbolen berarti "Matahari Telah Terbit". Kumpulan puisi asli saya dalam bahasa Dawan (bahasa Timor terbesar menurut jumlah penutur asli) ini kini terdapat di katalog lima perpustakaan mancanegara berikut ini:
- Cornel University Library, Amerika Serikat
- Northern Illinois University Library, Amerika Serikat
- Ohio University Library, Amerika Serikat
- Yale University Library, Amerika Serikat
- The Library of Congress, Washington DC, Amerika Serikat (Library of Congress Control Number: 2009332653)
Foto: Dokumen pribadi penulis
Subscribe to:
Posts (Atom)