Friday, November 9, 2012

Aviaun dadeer nian



Hosi: Yohanes Manhitu

Iha dadeer-saan, bainhira malirin falun,
ema lubun boot forma liña naruk ida.
Hotu-hotu sai tiha hosi hein-fatin,
ida-idak lailais bá buka kadeira.

Ho loromatan be ohin sa’e daudaun,
manu besi ida-ne’e neineik husik rai.
No hosi leten ne’e, ema hateke tun
ba aeroportu Eltari iha kraik bá.

Ida-ne’e aviaun dadeer nian duni,
maka dehan adeus ba rai-Timór.
No tuir kalohan mutin sira-nia okos,
nia semo ho serteza ba rai-Java.

Iha kuartu naruk ho pinta mutin,
ida-idak tuur nonook iha ninia fatin
atu goza viajen ho aviaun dadeer nian
no hein tempu atu sama to’o-fatin.

Manu besi ida-ne’e semo daudaun
no iha ninia laran ne’e, ha’u hanoin
inan-aman no alin sira hotu-hotu,
ne’ebé reza tan ha’u-nia viajen.

Mákina nia lian maka sai múzika
ba ami hotu-hotu be tuur hakmatek.
Dala ruma aviaun nakdedar uitoan,
no uitoan nia hamosu laran-taridu.

Buat semo ne’e grasa boot duni
ba sivilizasaun ita emar nian.
Ho matenek be mai hosi Maromak,
ita halo moris ne’e kamaan liu.

Aviaun dadeer nian semo ho serteza
no ha’u reza nonook ho esperansa
tan iha kalohan mutin sira-nia okos
só Maromak de’it maka pilotu loos.

Entre Bali no Java, fulan-Juñu 2011
 


Pesawat terbang pagi hari

Oleh: Yohanes Manhitu

Pagi-pagi, ketika dingin tengah menyelimuti,
sekelompok besar orang berderet panjang.
Setelah semua tinggalkan ruang tunggu,
masing-masing lekas mencari kursi.

Seiring dengan mentari yang lagi terbit,
burung besi ini perlahan tinggalkan bumi.
Dan dari atas sini, orang melihat ke bawah,
ke bandara Eltari nun jauh di sana.

Inilah pesawat terbang di pagi hari,
yang ucap pamit kepada Pulau Timor.
Dan lewat kolong awan-awan putih,
ia terbang pasti ke Pulau Jawa.

Di ruangan panjang bercat putih,
tiap orang duduk diam di tempatnya
‘tuk nikmati perjalanan dengan pesawat pagi
dan menantikan saat ‘tuk tiba di tujuan.

Burung besi ini sedang terbang
dan di dalamnya kumengingat
ayah-bunda dan semua adikku,
yang mendoakan perjalananku.

Suara mesinlah yang menjadi musik
bagi kami yang lagi duduk terdiam.
Kadang pesawat sedikit berguncang,
dan sedikit ia membuat khawatir.

Soal terbang itu sungguh berkat besar
bagi peradaban kita umat manusia.
Dengan ilmu yang berasal dari Tuhan,
kita membuat hidup ini lebih enteng.

Pesawat pagi ini terbang dengan pasti
dan dalam diam kuberdoa dan berharap
karena di kolong awan-awan putih ini,
Tuhan saja yang menjadi pilot sejati.
 

PENERBANGAN MALAM HARI (Karya: WILLIAM AULD) : Esperanto->Indonesia


Sunyi – selain dengungan perlahan
yang tak menggangu telinga.

Gelap – selain cahaya hantu
yang bersinar di kabin.

Bintang-bintang diam yang melayang-layang
begitu dekat, bagai seribu kunang-kunang.

Dalam sebuah dunia baru, kuterbang,
berziarah di jalan para pelopor...

Diterjemahkan oleh Yohanes Manhitu
Yogyakarta, 8 Oktober 2012

----------------------------

DUMNOKTA AVIADO

De: William Auld*

Silent' – krom nur mallaŭta zumo,
kiu l' orelojn ne molestas.

Obskur' – krom ke fantoma lumo
en la kajuto fosforeskas.

Senmovaj ŝvebas tuŝ-proksime
la astroj, kiel mil lampiroj.

En nova mondo mi pilgrime
flugas en voj' de l' pioniroj...

-------------------------------------------
* William Auld  Lahir di Erith, London, 6 November 1924, adalah seorang penyair, pengarang, dan editor majalah asal Skotlandia yang menulis sebagian besar karyanya dalam bahasa Esperanto. Ia tiga kali (1999, 2004, dan 2006) dinominasikan untuk menerima Hadiah Nobel Sastra, yang menjadikannya orang pertama yang pernah dicalonkan berkat karya-karyanya dalam bahasa Esperanto. Adikaryanya, “La infana raso” (Ras Kanak-Kanak), adalah sebuah puisi panjang yang, menurut William Auld sendiri, mengeksplorasi “peranan ras manusia di dalam waktu dan jagat raya,” dan puisi itu sebagian besar diilhami “The Cantos”, karya Ezra Pound. Ia meninggal dunia di kota kecil Dollar, Skotlandia, 11 September 2006.