Monday, March 23, 2009

Antaŭ ol la Maro Renkontas la Ĉielon (Sebelum Laut Bertemu Langit)


De Eka Budianta

Unu kelonio reiras al la maro
post kiam ĝi metis ovojn sur la marbordo.
Hodiaŭ nokte mi enterigas la granojn
de mia poemo sur la bordo de via koro
baldaŭ mi reiros al la maro.

Mia poemo – la ovoj de tiu kelonio –
eble elkoviĝos baldaŭ
kaj estiĝos bravaj kelonidoj,
kiuj naĝos ĝis mil meiloj da distanco.
Eble ili ankaŭ mortos,
rompiĝataj, aŭ nur piedpremataj.

Supoze unu ovo de kelonio
elkoviĝas sur la bordo de via koro,
mia kelonido ankaŭ reiros al la maro
kiel poeto kiu reiros al la fonto de la suno
tra vilaĵoj kaj urboj, montoj kaj arbaroj,
kiuj konsumas lian aĝon.

Se la ondoj min bonvenigas,
mi nomos vin amata marbordo.
Tie mi plantas vortojn
kiuj fore min naskis
en la pasintaj generacioj.

Estas prave, ke unu tagon tiu kelonio
ne revenis denove al la marbordo
ĉar ĝi ne povis daŭri meti ovojn.
Ĝi nur naĝis kaj plunĝis
direkte al la maro por renkonti la ĉielon
en la eterneca ĉielo.

Ĝakarto, 2003a

Esperantigis Yohanes Manhitu,
la 31-an de Aŭgusto, 2007a

=======<>=======

Sebelum Laut Bertemu Langit

Seekor penyu pulang ke laut
Setelah meletakkan telurnya di pantai
Malam ini kubenamkan butir-butir
Puisiku di pantai hatimu
Sebentar lagi aku akan balik ke laut.

Puisiku - telur-telur penyu itu-
mungkin bakal menetas
menjadi tukik-tukik perkasa
yang berenang beribu mil jauhnya
Mungkin juga mati
Pecah, terinjak begitu saja

Misalnya sebutir telur penyu
menetas di pantai hatimu
tukik kecilku juga kembali ke laut
Seperti penyair mudik ke sumber matahari
melalui desa dan kota, gunung dan hutan
yang menghabiskan usianya

Kalau ombak menyambutku kembali
Akan kusebut namamu pantai kasih
Tempat kutanamkan kata-kata
yang dulu melahirkan aku
bergenerasi yang lalu

Betul, suatu hari penyu itu
tak pernah datang lagi ke pantai
sebab ia tak bisa lagi bertelur
Ia hanya berenang dan menyelam
menuju laut bertemu langit
di cakrawala abadi

Jakarta, 2003

Vane (Sia-sia)


De Chairil Anwar

Tiun ĉi lastan fojon vi venis
alporti al mi florojn en bukedo
ruĝajn rozojn kaj blankajn jasmenojn
sangon kaj purecon.
Vi ilin disĵetis autaŭ mi

kun certiga rigardo: je estas por vi
Poste ni ambaŭ estiĝis pensemaj.
Ni demandis unu la alian: kio estas ĉi tio?
Amo? Nek vi nek mi komprenis.

Kune unu tagon sen alproksimiĝis unu la alian.

Ho! Mia, koro, kiu ne volis doni.
Vi al inferno, ŝirata de la soleco.

Februaro, 1943a

Esperantigis Yohanes Manhitu,
la 30-an de Aŭgusto, 2007a

===<>===

Sia-sia

Penghabisan kali itu kau datang
Membawa kembang berkarang
Mawar merah dan melati putih
Darah dan suciKau tebarkan padaku

Serta pandang yang memastikan: untukmu.
Lalu kita sama termanguSaling bertanya: apakah ini?
Cinta? Kita berdua tak mengerti

Sehari kita bersama. Tak hampir menghampiri

Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.


(Februari 1943)

========================

Chairil Anwar, naskiĝis en Medan, Norda Sumatra, la 26an Julio, 1922a kaj fospasis en Ĝajarta, la 28an de Aprilo, 1949a. Kune kun Asrul Sani kaj Rivai Apin, ili estas konsiderata kiel pioniroj de la generacio 45 de poezio. En 1946 Charil kreis medion nomita Gelanggang Seniman Merdeka Medio de la Artistoj Sendependaj). Antologioj eldotitaj: Kerikil Tajam dan Yang Terhempas (Akraj kaj diĵetaj Gruzoj, 1949) kaj Yang Terputus (La Spasma), Deru Campur Debu (Sono Miskiĝas kun Polvo, 1949), Tiga Menguak Takdir (Tri Malkaŝas Sorton, 1950, kune kun Asrul Sani kaj Rivai Apin), Aku Ini Binatang Jalang (Mi Estas Sovaĝa Besto, 1986), Derai-Derai Cemara (Sonoj de Casuarino, 1998). Lia tradukaj verkoj estas Pulanglah Dia Si Anak Hilang (La Reveno de la Perdiĝa Knabo, 1948, de Andre Gide), Kena Gempur (Esti Atakita, 1951, John Steinbeck).

Tuesday, March 3, 2009

Sisa-Sisa Kenangan


Oleh: Yohanes Manhitu

Di sana, di hamparan rumput hijau,
aku terpana menatap bangunan –
saksi bisu derap langkah manusia
yang konon makan dan tidur saja.

Di Laran, selepas hujan mengguyur
pada suatu sore dalam tanda tanya
kucari dan akhirnya menemukan
kesahajaan yang sarat daya pikat.

Tak satu pun prasasti Batu Rosetta
yang kisahkan dirinya dan para loro.
Namun semuanya telah terpatri kuat
Dalam catatan rapi pemburu kisah.

Pugeran Timur-Jogja, 2 Maret 2008

Bayang-Bayangmu Semata


Oleh: Yohanes Manhitu

Masih tampak bayang-bayangmu
yang makin nakal menyelimutiku
dalam langkah-langkah kecilku
menapaki jalan-jalan tanpamu.

Waktu, waktulah yang penuh daya
menuntunku ke arah titik di sana,
ke tujuan yang kutahu tak maya.
Dan aku tak tahu kini kau di mana.

Aku ini bukanlah seorang pembunuh.
Maka tak tega kubakar dengan suluh
tubuh bayang-bayangmu dalam gelap.
Tak ingin yang tak bertubuh kutangkap.


Pugeran Timur-Jogja, 2 Maret 2008