Sunday, August 31, 2014

Castle of a dreamer

Image: www.google.com

By: Yohanes Manhitu

I dream of a castle standing by the river of grace,
built with pure love on the land of real wealth.
The strong walls around it are of salvation.
Its roof is of flowing blessings of heaven.
It has three rooms: faith, hope and love.
The kitchen is full of the bread of life.
Its doors are of never-ending fortune.
Its windows are of the rain of mercy.
The ventilators are of beautiful songs.
The ceilings are of victory and glory.
The dwellers are from paradise.
Here is the castle of a dreamer.

Yogyakarta, 3 November 2003

Goddess of The Endless Dream



By: Yohanes Manhitu

By the lake, the goddess of my endless dream is sitting 

reading with content the verses of a very glorious poem.
Her eyes are of the morning star – bright and beautiful.
Her lips part like a ripe pomegranate – so red and so full.

I listen to the sound of the dancing weaves of the blue lake,

I catch every single word from the heart-moving sweet lips.
Her voice is as sweet as the voice of an early morning bird,
her gaze boils my flowing blood and shakes my holy mind.

There, I see colourful butterflies flying around the goddess. 

I also notice a group of male bees coming towards the figure.
Her body is as fragrant as a bud of rose starting to blossom.
When she is moving, I see an obvious Samba dancer in her.

I feel like I am tied up to earth and unable to take any step,

I feel like it is just a perfect perfection I am now looking at.
Only my eyes and heart are there, caressing the holy beauty.
Suddenly, an angel comes, and I am now by the goddess’ side.

Line by line we recite side by side by the lake a lovely poem.

We find ourselves in the long verses of a living poem: the life.
The poem we recite is still long to come to the end, but wonderful.
Poems will teach us how to admire lakes and avoid any sharp rocks.

Yogyakarta, 14 November 2003

To the distant angel



By: Yohanes Manhitu

To you, distant angel, I write these verses;
to you, distant angel, I will recite my poems.
Sometimes I believe that we belong to one life,
many nights I dreamt we two shared a dream.
But now I suppose that you are a distant angel.

Many moments we shared in rich happiness,
much time we enjoyed in pure togetherness.
But now I see that you are just a distant angel.
I hoped I would kiss your very fragrant flesh,
but now I see your soul dancing with the wind.

Allow me to dance with your tempted soul!
Give me a second to touch you tender mind!
Should I take your soul away from the wind?
Will your flesh stand any torture of the world?
Should my lips keep calling you "distant angel"?

Baciro-Yogyakarta, 23 June 2003

Wednesday, August 27, 2014

A modern bilingual text in Portuguese and Javanese in Yogyakarta with my Indonesian translation

A modern bilingual text in Portuguese and Javanese in Yogyakarta.
(Picture and caption: Wikipedia)

The following is my Indonesian translation of the text made from the Portuguese version (28 August 2014):

Proyek Pemugaran Umbul Binangun Tamansari yang dilaksanakan dengan sokongan Yayasan Calouste Gulbenkian telah diresmikan oleh Paduka Yang Mulia Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur Yogyakarta, dan Dr. José Blanco, Pemimpin Yayasan Calouste Gulbenkian (Portugal), pada tanggal 22 Agustus 2004.

Thursday, July 31, 2014

Pisahkan pujian dari racun



Karya: Yohanes Manhitu

Kata manis yang terucap menggembirakan
dan mengisi dada, menghias mimpi.
Tapi racun yang mengalir melalui kata
‘kan mengantarmu ke mabuk yang mengejutkan.

Orang bijak mengenal aroma kata

walaupun dikemas rapi dengan tawa
dan disodorkan dengan keramahan.
Pisahkan pujian dari racun yang bercampur.

Versi asli dalam bahasa Dawan:
Maikan pules nâko laso

Aliran pengetahuan yang tak putus



Karya: Yohanes Manhitu

Pengetahuan meniti di atas bahasa
dan memperkaya pikiran orang,
lalu mengalir melalui kata-kata
dalam wujud tulisan atau ucapan.

Berawal dari wujud ucapan,
orang menyimpan pengetahuan dalam ingatan
dan mewariskannya kepada angkatan baru
melalui kisah yang mengalir dari mulut.

Angkatan baru itu mewarisi pengetahuan,
mengamalkan dan mewariskannya.
Para pendatang baru berbaur dengan mereka,
dan mengajarkan cara ‘tuk memelihara sejarah.

Dengan menggunakan arang dan batu ceper,
mereka alihkan pengetahuan dari dunia luar.
Setiap huruf dengan bunyinya sendiri
dan bermakna bila kita gabungkan.

Jadi, sejak saat yang menakjubkan itu
banyak pengetahuan disimpan dalam huruf
dan angkatan hari ini pun lekas lupa.
Bila lupa, ‘kan menemukannya dalam tulisan.

Namun demikian tidak hanya dalam tulisan,
pengetahuan ada juga dalam berbagai alat,
dan kita peroleh melalui mata dan telinga
dan digunakan ‘tuk memperelok hidup.
 

Pengetahuan manusia memang beragam,
ibarat pohon dengan batang, cabang, dan daun.
Karena itulah, pengetahuan tak ‘kan penuh
bila hanya satu yang mengisi otak kita.

Versi asli dalam bahasa Dawan:
Hine in sain kaätuäs

Monday, June 30, 2014

Wanita Itu



Karya: Yohanes Manhitu

Ia yang tlah temaniku tatap rembulan,
ia yang tlah bersamaku mandi mentari.
Tapi kini ia tlah pergi, saatnya tlah tiba
untuk tatap rembulan tanpa bujukan,
untuk dapat mandi mentari mandiri.

Bukan kehendak hatiku untuk lepas
kepergian dian di titian masa depan.
Kuhanya terpaku bisu bak sbuah arca,
tatap langkah tak terduga di seberang.
Pantang kucegah wujud satu keputusan.

Wanita itu kini tlah pergi, ia tlah berlalu.
Dan mungkin tak pernah ingin kembali,
walau di dermagaku masih ada ruang
buat biduknya yang ingin berlabuh.
Smoga ia slamat sampai ke tujuan.

Kupang-Timor, 12 Februari 2004

Teman SD-ku

Foto: https://news.okezone.com

Oleh: Yohanes Manhitu

Untuk yang putus sekolah

Siang itu kujumpai dia
ketika kusinggah di ibu kota.
Siang itu hati kami gempita,
karena kembali berjumpa.
Seketika bibir bergerak lincah,
cerita dan tawa pun mengalir riang.

Dia lelaki, sebaya denganku.
Dia teman kelas satu di SD-ku.
Di jenjang SD, bahteranya kandas.
Di tahap ini, dia tinggalkan rel:
rel panjang ke arah sebaris gelar.
Kukira itu bukan kata hatinya.

Kini dia di hadapanku.
Hitam-putih terbentang mudah,
onak-duri terpampang sudah,
tetesan hitam penyesalan hadir pula.
Semuanya kutuang dalam rasa,
lalu kuolah dalam benakku.

Wahai, Kawan SD-ku!
Di matamu, kutatap bayangan sesal.
Dari tuturmu, kutangkap nada minder.
Mestinya kau jauhkan nada itu, Kawan.
Bukankah di mata-Nya kita secawan?
Kiramu gelarku kunci gerbang kayangan?

Jatiwaringin, Jakarta Timur, 21 April 2003

Saturday, May 31, 2014

Kerudung suci



Karya: Yohanes Manhitu

Untukmu yang bersahaja

Kau bersahaja lagi menawan,
oh gadis berkerudung suci
di jumpa siang kemarin
setelah lama tak bersua.

Terperanjat kau dan aku
di balkon berdinding kayu
ketika kumelintas perlahan
di kerumunan orang-orang.

Bagai baja, kokoh pijakanmu
saat hatimu kuundang berbagi
canda dan cerita di kala silam,
tatkala toga belum balut tubuh.

Kupahami jalan yang kaupilih;
kukagumi isyarat sederhanamu.
Lewat doa kita saling menyapa.
Terjadilah kehendak tulusmu.

Yogyakarta, 23 Oktober 2005

Bila Tiba Saat Bertemu



Karya: Yohanes Manhitu

Sepertinya kutahu isi benakmu
dan dapat menduga isi hatimu
lewat ketersipuanmu yang lucu
yang buat semangatku terpacu.

Aku telah akrab dengan diksimu
sehingga bisa menerka maksudmu
walau kauselubungkan jati dirimu
seolah-olah kau itu sosok baru.

Meski belum sempat kuberseru
tentang isi hatiku ini kepadamu
aku cukup yakin apa jawabmu
apabila tiba saatnya bertemu.

Noemuti-TTU, 26 Juli 2009

Wednesday, April 30, 2014

Untuk segala sesuatu ada waktunya




Karya: Yohanes Manhitu

Bukan sesuatu yang baru ‘tuk menunjukkan
bahwa untuk segala sesuatu ada waktunya.
Ada waktu bagi kita untuk berjumpa,
ada pula waktu untuk berpisah.

Namun kita akan selalu sehati,
dan senantiasa sejiwa ‘tuk selamanya.
Jarak yang panjang tak ‘kan berarti
bila hati, tak pernah kita ubah.

Walau mungkin kita merasa berat
dan air mata menetes bagai hujan,
esok-lusa ‘kan masih ada kesempatan
untuk berjumpa dan berjabat tangan.

Diterjemahkan oleh Yohanes Manhitu
dari puisi Tetun Iha tempu ba buat hotu
karya Yohanes Manhitu