Friday, February 14, 2014

Hari berwajah debu


Karya: Yohanes Manhitu

Pagi ini pintu rumah kubuka

saat hujan telah membisu.
Di halaman, tampak putih
dedaunan berbalut debu.

Rupanya ini salju kering

yang susul gemuruh itu,
suara dahsyat dari jauh,
pemecah hening malam.

Koran mengabarkannya,
radio memberitakannya,
televisi menyiarkannya:
Kelud semburkan debu.

Wajah kota ini berubah

seakan lama tak mandi.
Peta jalan nyaris kabur
tertutup bubuk kiriman.

Raut bulan tak bening

di malam Valentin ini.
Semoga hati tak keruh
di masa yang berdebu.

Kuharap sang mentari

tampak lagi besok pagi
setelah sepanjang hari
terhalang kanvas langit.

Jogja, 14 Februari 2014

Friday, January 31, 2014

Beban terlampau berat





Karya: Yohanes Manhitu

Berawal dari kebiasaan lama
yang berlaku di masa lampau
ketika kita belum mengenal mobil,
sehingga ‘tuk bepergian, kita menunggang kuda.

Andaikan kita tahu bahasa kuda,
kita ‘kan mengerti bagaimana perasaannya
ketika kita memuat beban tanpa memikirkan
kesanggupannya ‘tuk tuntaskan perjalanan.

Kebiasaan ini tetap kita pelihara
meski zaman telah bergerak maju.
Kita terbiasa dengan beban terlampau berat
bagi mobil dan diri kita sendiri.

Hari demi hari kita menimbun beban
dan lambat-laun beban terlampau berat.
Untuk membongkarnya, kita merasa takut
takut akan kehilangan nama.

Balapan muncul di banyak tempat,
dan kita pun diundang untuk ambil bagian.
Namun kemudian dengan tertawa kita berkata,
“Balapan itu untuk mereka yang tak bernama.”

Terjemahan saya dari puisi Tetun saya "Naha todak resik"

Saturday, January 18, 2014

Pantun bersampiran tikus


Sekotor-kotornya tikus,
lebih bersih si tikus sawah.
Sekalipun si anu amat rakus,
jatah orang jangan dibawa.


Berbah, 18 Januari 2014
Yohanes Manhitu

Friday, January 17, 2014

Harmoni fajar merekah


Kusambut pagi ini dengan sebaris nada,
melahirkan harmoni fajar merekah.
Kuingin keindahan itu tetap ada,
terus meliputi seluruh langkah.
Kepada-Mu nan tak tiada,
kuhatur segala sembah.

Berbah, 6/12/2013
Yohanes Manhitu

Wednesday, January 1, 2014

Terkuak Lagi Tirai Tahun Anyar




Karya: Yohanes Manhitu

Sejak tengah malam tadi, waktulah primadona.
Setiap detik dimaknai sebagai detak jantung
sosok bayi hari perdana di tahun bertamu.
Terkuaklah tirai pembuka tahun anyar.

Ada orang menelusuri hari-hari silam
dan menata mutiara simbol kejayaan.
Ada yang membuat catatan kegelapan
dan membakarnya dengan api harapan.

Hari silih berganti dalam ritme nan pasti
dan manusia sibuk memberinya tanda
dengan tiap jejak di permukaan waktu.
Bahkan jejak acak jadi cap kehadiran.

Maredan-Yogyakarta, 1 Januari 2014

Tuesday, December 24, 2013

Berjuang Melawan Lupa

Karya: Yohanes Manhitu

Perjuanganku bukan semata-mata

untuk menumpas kuman-kuman
dan lemak yang bersaing ketat
menguasai tiap jengkal daging
dan tiap mililiter darah segarku.

Perjuangan ini juga kulakukan
guna melawan lupa kronis yang giat
merongrong ruang inti benakku.
Tapi lupaku bukan lupa biasa.
Lupa ini menguap dari dandang
kenikmatan, dan menebarkan
aroma khas bumbu kesengajaan.

Buah perjuanganku akan ditimbang
dan diulas di lembaran surat kabar,
diperbincangkan di selusin layar kaca;
juga lewat seribu mikrofon mutakhir.
Boleh jadi di sana, di gerbang itu,
interogasi bagiku telah disiapkan.

Dan kini, di sini, atas desakan nurani,
aku berjuang melawan lupa, lupa akan
janjiku: janji pada diriku, pada Tuhan
dan mereka yang berharap cemas.

Yogyakarta, 22 April 2007

Merry Christmas 2013 and Happy New Year 2014!


Selamat Natal dan Bahagia Tahun Baru!
Tabê Natal ma Mlilê Ton Feü!
Natál Kmanek no Ksolok Tinan Foun!
Salamat Natal dan Bahagia Taon Baru!
Sugeng Natal lan Sugeng Warsa Enggal!
Merry Christmas and Happy New Year!
Joyeux Noël et bonne année!
Bonan Kristnaskon kaj feliĉan novan jaron!
¡Feliz Navidad y próspero año nuevo!
Feliz Natal e Feliz Ano Novo!
Buon Natale e felice anno nuovo!
Fröhliche Weihnachten und ein gutes neues Jahr!
Natale hilare et annum faustum!

Friday, November 29, 2013

Promised land



By Yohanes Manhitu

To Timor, my lovely island

Here, lies under the sky, the land of virginity.
It is the land of thousands of dancing figures,
It is the island of sandalwoods and free cows.
Here, you will taste the honey of friendly bees.
And listen to the echoes of melodious tongues.


I find myself in a room surrounded by white walls
And some thick bibles watching me with no words.
But my heart is with the wind, blowing on the land:
The dry piece of earth where I first saw the moon
and learned some verses from my mama’s song.

Kings and queens are best heirloom curators, I guess.
Behold, finest sandalwoods are swinging from hands!
Virgin forests are kept as symbols of nature’s peace.
Holy ancestral tongues are symbols of backwardness?
O promised land, magic site, there is always tomorrow.

My mind is on the land of Sonbay, a great king, and hero.
There, stand Mutis, Lakaan, and Tatamailau, true pyramids.
The Female and Male Seas, lay in harmony to guard the land.
Conical huts and white houses stand quietly near rice fields.
Dialects and clothing say where a man has been given a light.

Flood and fire, not beauty, have caught the eyes of the globe
to the land of true ancestral vows marked with cups of blood.
It is not the land that has resurrected evil and born blindness.
It is mortals who have learned from desire how to torture.
The promised land will remain my promised land. It will!

Yogyakarta, 7 November 2003

True vagabond



By Yohanes Manhitu

Your home is the universe,
the sky is its eternal roof,
the earth is its soft floor,
a flat rock is your only bed,
the night wind is your blanket,
an outer space palace is your dream,
a river bank is your priceless bathroom,
the moon is the only lover you possess,
a loaf of bread is what you must eat,
a drop of river water is your drink,
the hands of God are your guides,
the moonlight is your sole torch,
the stars in the sky are your fellows,
night frogs are your free musicians,
birds are your faithful gifted poets,
cocks are your free alarm clocks,
and a prison is never a dream.

Yogyakarta, 11 June 2003

Born to be different

The picture is from http://www.ecouterre.com


By Yohanes Manhitu

I prefer not to have any copy of myself
because I love to be the only masterpiece.
All men should never be the same on earth
in order that this life will look colourful.

Looks can be similar, but not minds.
Absolute similarity is indeed a poison.
It’ll bear false sameness and kill beauty.
Feeble men will suffer long confusion.

Life has been so beautifully designed
by the Creator to be full of surprises.
Look, butterflies are beautiful indeed
because they are evidently different.

Everybody is totally unique of himself.
His uniqueness contributes a colour
coming to the gathering of all colours –
the ones working to beautify the world.

Should I be afraid of being different?
No, why should I? And, how can I?
There is no need to create a difference
because all men have been different.

Yogyakarta, 11 July 2003

“Likurai Untuk Sang Mempelai”: Ajakan untuk Menyambut Panggilan Ibu

Ini adalah judul tulisan yang dibuat pada tanggal 28-29 November 2013 dan dibawakan ketika menjadi pembicara pertama pada acara bedah novel "Likurai Untuk Sang Mempelai" karya Robertus Fahik, novelis NTT kelahiran Betun, Kabupaten Malaka, di STPMD "APMD" Yogyakarta, 29 November 2013. Silakan baca tulisan tersebut dengan mengeklik di sini (PDF).