Saturday, January 31, 2015

Novel "Benang Merah" karya Unu Ruben Paineon


Tabik, teman-teman peminat sastra! Telah terbit "Benang Merah", novel kedua Unu Ruben Paineon, novelis Indonesia asal Bumi Biinmaffo (julukan Kabupaten Timor Tengah Utara), Nusa Tenggara Timur. Novel pertamanya berjudul "Unu". Selamat ya, Bung Ruben! Yang berminat untuk memiliki novel ini, silakan langsung menghubungi sang novelis. Bisa melalui kotak pesan Facebook-nya. Salam sastra,

"Seratus Tahun Kesunyian" dalam Bahasa Esperanto


Sejumlah besar karya sastra dunia telah diterjemahkan ke bahasa Esperanto, adikarya L.L. Zamenhof (1859-1917), termasuk novel hebat "Cien Años de Soledad" (Seratus Tahun Kesunyian) karya pengarang Nobel Kolombia Gabriel García Márquez (1927–2014) yang versi Esperantonya berjudul "Cent Jaroj da Soleco", terjemahan Fernando de Diego. Semoga suatu saat nanti, karya-karya pengarang besar Indonesia pun tersedia dalam bahasa Esperanto. Salam sastra,

Pagi Telah Tiba



Pagi telah tiba dan menghapus jejak malam.
Engkau pun kini perlahan sirna dalam diam
seiring dengan berlalunya jam-jam kelam.
Semoga hari ini mentari tak lagi suram.

Goresan Yohanes Manhitu,
Jogja, 18 Januari 2015

Berpuisi dengan Konteks Lokal di Luar NTT

Foto: https://www.theguardian.com

"Kekuatan seorang Yohanes Manhitu dalam berpuisi dengan konteks lokal di luar NTT dapat kita temukan dalam "Serumpun Lilin di Wajahku" (Mei 2007). Ia sungguh mengagungkan keheningan tempat peziarah Sendangsono dengan aksesoris alam seperti rumpun betung, pohon kelapa, pohon sono, Bukit Menoreh sebagai pengindahnya."

--Willem Berybe, dalam "Pendidikan sastra (puisi) nonformal Pos Kupang"
--------------------------------------------------------------------
Saya tak menyangka ada orang mengomentari puisi itu di "Pos Kupang". Terima kasih banyak ya, Bung Willem Berybe, atas perhatian yang diberikan. Salam sastra dari Yogyakarta.

Tuesday, January 6, 2015

Aku dan Waktu


Karya: Yohanes Manhitu

Lahir kini satu bayi hari
dari rahim sang waktu.
Sejuta wajah peristiwa
terus dipahat manusia.
Ada yang kandas petang,
ada pula yang jadi fosil.

Jari-jari waktu berputar
tanpa protes pada poros
yang kukuh menopang.
Jari panjang dan pendek,
penakar masa antiletih.
Aku terseret dalam bisu.

Ruas jari-jari masa genap,
sendi-sendi waktu lentur,
langkah waktu amat tegap
songsong sejuta kehadiran,
antarkan berjuta kepergian,
kutelusuri ruas jari-jarinya.

Yogyakarta, Agustus 2004

Saturday, January 3, 2015

Hahú Hakat iha Tinan Foun


Retratu hosi: http://www.mouthsofmums.com.au

Hosi: Yohanes Manhitu

Hanesan baibain iha tinan kotuk sira,

ita hahú hakat iha tinan foun ne’e
ho esperansa ba moris foun ida
be nakonu ho saúde-di’ak nafatin.

Ita aprende barak hosi tinan kotuk
atubele moris di’ak iha tinan ohin.
No ita tenke konsege kuda fini di’ak
atubele ku’u ho ksolok iha tinan oin.

Hahú hakat iha tinan foun ida-ne’e,
ita hateke ba lalehan no harohan,
no hafoin hateke ba oin ho fiar
katak mehi sira sei sai realidade.

Kefa, Timór, fulan-Janeiru 2010
---------------------------------
Poezia ida-ne'e mosu tiha iha Jornál Semanál “Matadalan” iha Dili, Timor-Leste (Edisaun 28, 27 Janeiru-2 Fevereiru 2014).