Wednesday, June 6, 2007

Pantun berbalas: Tentang Telepon

Burung nuri di pohon lontar.
Bila berkicau, merdu sekali.
Kalau dering jangan sebentar.
Kenapa telepon pakai kendali?

====<<>>====

Ikan sarden bukan pemali.
Enak dimakan selepas puasa.
Bila telepon harus kendali.
Aku bukan juragan pulsa.
.
Karya Yohanes Manhitu

Oe ameute es botil mamerek



Nâko: Yohanes Manhitu

Afi neno unû, oras pelo fê a-nsai,
hai mlup oe matê nâko noe akninô,
hai miun oe manikin nâko oematâ.
‘Paun’e npao piuta nbi fatu tunan.

Hau ‘naek uü fauk a-nmoin namlian
ma namaof oematâ lê naheun piuta.
Lalan nonô fauk ntû neu hau maofkin.
‘Nai malultin nok oe neu kuapukan.

Misaitan kuan, hai mnao meu kota –
bale lê mahias nèk masû ma slutuf.
Noe ma oematâ, hai mimtausan sin.
Oe akninô nsai nâko botil mamerek.

Yogyakarta, 3 Funnê 2007
------------------

Air bersih di botol bermerek

Karya: Yohanes Manhitu

Dahulu, ketika ingus masih mengalir, 

kami meneguk air mentah dari sungai jernih,
kami minum air dingin dari mata air.
Tempurung terus menanti di atas batu.

Beberapa pohon besar tumbuh subur,
dan menaungi mata air yang senantiasa penuh.
Beberapa baris jalan berakhir di naungan pepohonan.
Tempayan-tempayan bergambar berisi air ‘tuk perkampungan.


Meninggalkan kampung, kami bertolak ke kota –
tempat yang dihiasi dengan asap dan hiruk pikuk.
Sungai dan mata air, menakutkan bagi kami. 

Air bening mengalir dari botol bermerek.

Yogyakarta, 3 Juni 2007

Bale snasat amasat


Petun ma hau humaf namfau
nbah nan bale pis-anâ mesê
es akouput npaumak ‘nonô.
Oe mutî onlê susu nsai babaun

Oras ho muhakeb mulail oto,
ho mlak a-mleuk lal-samén.
Krus, kontas amasat, ma ninî
nhias kios mabaris sin matkin

Neno-neno ho mnen slutuf
ma tasibu bian abít kota nanan.
Kalu msinmak he mutnín nekam,
oum fê! Bale amasat i nfe ko dame

Sendangsono, 24 Funnimâ 2007

==<>==

Peristirahatan yang indah

Betung dan berbagai macam pohon
memagari sebidang kecil tempat
di cekungan dekat batang kali kecil.
Air seputih susu mengalir perlahan

Setelah memarkir kendaraan,
kaumelangkah di atas jalan semen.
Salib, rosario indah, dan lilin
menghiasi wajah barisan kios

Saban hari kaudengar kegaduhan
dan keributan lain di dalam kota.
Bila ingin mendengarkan suara hatimu,
datanglah! Tempat indah ini memberimu damai

Sendangsono, 24 Mei 2007

Serumpun lilin di wajahku


Tiada yang lebih indah di sini
daripada rumpun-rumpun betung
dan pohon-pohon kelapa
serta pohon sono rimbun
yang buat segalanya hijau.

Dalam hening sore, tubuh letihku
disentuh angin siliran Bukit Menoreh.
Puas ia permainkan helai-helai rambutku.
Wajahku diterangi cahaya serumpun lilin.

Tak ada yang ingin kuraih sendiri di sini
selain keheningan hati dan keintiman
dengan Khalik dan aroma pepohonan
yang leluasa ditiupkan angin senja.

Ibarat serumpun bambu yang tumbuh,
dengan sentuhan tangan-Nya aku subur
dan hingga kini masih melangkah pasti
menyongsong esok penuh misteri.

Sendangsono, 24 Mei 2007