Karya: Yohanes Manhitu
Berawal dari kebiasaan lama
yang berlaku di masa lampau
ketika kita belum mengenal mobil,
sehingga ‘tuk bepergian, kita
menunggang kuda.
Andaikan kita tahu bahasa kuda,
kita ‘kan mengerti bagaimana
perasaannya
ketika kita memuat beban tanpa
memikirkan
kesanggupannya ‘tuk tuntaskan
perjalanan.
Kebiasaan ini tetap kita pelihara
meski zaman telah bergerak maju.
Kita terbiasa dengan beban
terlampau berat
bagi mobil dan diri kita sendiri.
Hari demi hari kita menimbun beban
dan lambat-laun beban terlampau
berat.
Untuk membongkarnya, kita merasa
takut –
takut akan kehilangan nama.
Balapan muncul di banyak tempat,
dan kita pun diundang untuk ambil
bagian.
Namun kemudian dengan tertawa kita
berkata,
“Balapan
itu untuk mereka yang tak bernama.”Terjemahan saya dari puisi Tetun saya "Naha todak resik"