Tuesday, July 31, 2018

Hadomi Loro-toban

Imajen: www.google.com

Loraik mós nafatin iha biban,
no ó sei bele hetan dalan.
Se tebetebes ó soi laran,
ó sei hadomi loro-toban.

Autór: Yohanes Manhitu
Yogyakarta, 27-07-2018

Mari Katóng Pi

Foto: https://www.pinterest.com

Karya: Yohanes Manhitu

Ini kapal baro’o
ada barang tapo'a
ma panumpang kuat
dan pegang satu tekad
sampe di pulo harapan.


Ombak son bisa lu masparak,
biar-ko dia tarús bermaen.
Gelombang, sapa bisa tahan?
Biar-ko dia tetap bagulung;
biar-ko ini idop ada warna;
biar katóng yang pasang mata.


Ada menara tua di sablá laut.
Di sana, ada lampu yang taráng.
Dari jao, tacium bau cendana
dari akar bésar yang tabakar.
Ada suara orang maen sasando;
anak kici manyanyi Bolelebo;
ada pesta deng daging se'i;
ada acara minum tuak laru;
jagung katemak menu utama;
samua orang tawar sanyúm.


Yogyakarta, 9 Oktober 2004

Saturday, June 30, 2018

Menerima Paket "A Cabeleira (Fragmentos)" dari Claudio Rodríguez Fer, Penyair Galisia-Spanyol


Untuk kesekian kalinya, saya menerima paket berisikan buku puisi multibahasa yang di dalamnya terdapat paling kurang satu terjemahan saya dan juga paraf penulis atau editor. Hal bagus ini berlangsung sejak tahun 2007 ketika saya menerima paket dengan buku Los Poetas y Dios (antologi puisi para penyair Hispanik; León, Spanyol, 2007). Antologi ini memuat tiga puisi asli saya dalam bahasa Spanyol dan sebuah terjemahan saya dari bahasa Spanyol ke bahasa Indonesia untuk puisi Alfredo Pérez Alencart. Kali ini, di dalam A Cabeleira (Fragmentos) karya Claudio Rodríguez Fer (sastrawan dan profesor dari Galisia, Spanyol; https://en.wikipedia.org/wiki/Claudio_Rodriguez_Fer) juga ada paraf penulis karya asli sebagai ucapan terima kasih atas kerja sama penerjemah. Semoga dialog sastra antarbangsa melalui puisi bisa lestari. (Yogyakarta, 13 Juni 2018)

Sungguh Beruntung Bisa Banyak Belajar Dari Dua Maestro Sastra Dunia

Foto: www.google.com

Keuntungan lain dari menerjemahkan Gitanjali (kumpulan 103 puisi Inggris karya Rabindranath Tagore, pemenang Nobel sastra 1913) ke bahasa Dawan (rampung pada 2016 dan akan terbit) adalah saya memperoleh kesempatan bagus untuk membandingkan dengan cukup teliti seluruh versi Prancis dan Spanyol karya Nobel tersebut, yang saya gunakan sebagai pembanding bagi terjemahan Dawan saya. Ternyata terjemahan Prancis oleh André Gide (L'Offrande Lyrique, 1917) lebih 'setia' kepada Gitanjali versi Inggris---terjemahan Tagore sendiri pada tahun 1912---daripada terjemahan Spanyol oleh Juan Ramón Jiménez dan istrinya Zenobia Camprubí (Ofrenda lírica, 1918). Terjemahan pasangan suami-istri sastrawan ini lebih bebas, terkadang lebih singkat. Sebagai catatan, André Gide (1869–1951; sastrawan Prancis) adalah pemenang Nobel sastra 1947 dan Juan Ramón Jiménez (1881–1958; sastrawan Spanyol) adalah pemenang Nobel sastra 1956. Jadi, sungguh beruntung bisa banyak belajar dari dua maestro sastra dunia ini. Asyik!

Dalam menerjemahkan karya sastra, akan lebih baik bila menggunakan lebih dari satu versi sebagai sumber atau pembanding. Dan tentu hal ini hanya bisa terjadi kalau sang penerjemah sempat menekuni lebih dari dua bahasa.

A.D.M. Parera: Poliglot dan Sejarawan dari Timor


Tampaknya, berdasarkan catatan di buku Sejarah Pemerintahan Raja-Raja Timor (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994; Drs. Gregor Neonbasu, SVD [ed.]), poliglot pertama dari Timor Barat, NTT, yang menulis buku tentang Timor adalah penulis buku tersebut di atas, yakni Anselmus Dominikus Meak Parera (Tubaki, 21 Mei 1916–Kupang, 18 Februari 1973). A.D.M. Parera hidup di tiga zaman (zaman Belanda, zaman Jepang, dan zaman kemerdekaan) dan menguasai bahasa Dawan, Tetun, Rote, Sabu, Kemak, Indonesia, dan Belanda. Berdasarkan daftar bacaan di bukunya itu, sangat mungkin ia juga berbahasa Inggris.

Ia pernah memegang beberapa jabatan penting pada masa hidupnya, di antaranya juru tulis Raja Camplong (1944-1946) dan asisten dosen luar biasa jurusan sejarah daerah pada FKIP Universitas Nusa Cendana Kupang (tahun 1960-an). 


Foto: Hasil repro saya dari sampul belakang buku tersebut

(Tegalyoso, Yogyakarta, 4 Juni 2018)

Belajar Bahasa Asing dengan Penuh Kesadaran

Foto: www.google.com

Kalau dilakukan dengan penuh kesadaran, belajar bahasa asing apa pun tak akan mengancam keberlangsungan bahasa ibu yang sudah biasa digunakan. Justru bahasa asing itu akan membantu untuk "meneropong" bahasa ibu kita. Kata-kata Johann Wolfgang von Goethe (sastrawan dan negarawan Jerman) berikut ini kembali menggema: Wer fremde Sprachen nicht kennt, weiß nichts von seiner eigenen. (Jerman, Barang siapa tidak mengenal bahasa asing, tidak tahu apa-apa tentang bahasanya sendiri.) Mari kita terus belajar! (Yogyakarta, 2 Juni 2018)

Ingin Menerbitkan Ulang Kumpulan Puisi Dawan "Nenomatne Nbolen", Tetap Tanpa Terjemahan


Ingin sekali saya membaca ulang, memoles secara ortografis, dan menerbitkan ulang kumpulan puisi Nenomatne Nbolen: Puisi Uab Metô Sin Lê Mabuab (Sebuah Antologi Puisi Dawan). Ini adalah kumpulan perdana berbahasa Dawan (tanpa terjemahan) saya yang diterbitkan dengan edisi terbatas di Yogyakarta oleh Genta Press pada tahun 2009. Semoga niat baik ini bisa terwujud dalam waktu dekat dan membuahkan hasil. Deo volente!

Catatan: Nenomatne Nbolen berarti "Matahari Telah Terbit". Kumpulan puisi asli saya dalam bahasa Dawan (bahasa Timor terbesar menurut jumlah penutur asli) ini kini terdapat di katalog lima perpustakaan mancanegara berikut ini:

  1. Cornel University Library, Amerika Serikat
  2. Northern Illinois University Library, Amerika Serikat
  3. Ohio University Library, Amerika Serikat
  4. Yale University Library, Amerika Serikat
  5. The Library of Congress, Washington DC, Amerika Serikat (Library of Congress Control Number: 2009332653)
Foto: Dokumen pribadi penulis

Wednesday, May 30, 2018

SEKILAS SAJA TENTANG ARTI "TAIM HINE": NAMA SEBUAH YAYASAN DI TIMOR BARAT, INDONESIA


"Istilah Taim Hine, dijelaskan lebih lanjut, diadopsi dari perbendaharaan bahasa timor yang artinya rumah belajar." (Kutipan dari kupang.tribunnews.com)

SECARA pribadi, saya sambut baik kehadiran Yayasan Taim Hine Aleta Baun dengan "visi alam NTT yang hijau, lestari dan masyarakat yang berdaulat dari sisi lingkungan adat dan budaya". Ini patut diapresiasi dan didukung. Yang menggangu bagi say---sebagai penutur bahasa Dawan---adalah arti nama "Taim Hine" yang tercantum di kupang.tribunnews(.)com

Penutur bahasa Dawan mana pun---tidak harus saya---akan terganggu dengan "rumah belajar" sebagai terjemahan Indonesia untuk nama Dawan "taim hine", yang sesungguhnya berarti "mencari ilmu/pengetahuan" (bandingkan dengan "buka matenek" dalam bahasa Tetun). Cobalah menggali lebih dalam tentang arti sebuah nama, apalagi dalam bahasa daerah, jika hendak menjelaskannya, terutama kepada masyarakat di kampung halaman bahasa tersebut. Jika kita menghargai bahasa daerah sebagai kekayaan budaya bangsa, marilah kita tunjukkan itu secara nyata, termasuk melalui informasi di media massa.

Semoga bahasa-bahasa kita lestari. Salam mesra budaya! 🙏

Catatan: Tulisan singkat ini saya tulis di dinding Facebook saya pada tanggal 22 Mei 2018 dan telah ditanggapi Ibu Aleta Baun, ketua yayasan tersebut.

Foto: Yohanes Manhitu (Kapan, 18 Januari 2018)

Iman Tak Akan Hangus

Foto: www.google.com

Pergi ke kota ditemani si om,
akhirnya dapat sepatu bagus.
Rumah ibadat dihantam bom,
tetapi iman tak akan hangus.
 

Penulis: Yohanes Manhitu
Yogyakarta, 13 Mei 2018

Nama Saya Disebut di Situs Multibahasa untuk "A Cabeleira", Karya Claudio Rodríguez Fer

Foto sampul: www.google.com

Hmmm... Ternyata nama saya tercatat bersama-sama dengan nama berbagai penerjemah antarbangsa dari berbagai bahasa (60 bahasa) di situs acabeleira sebagai penerjemah "A Cabeleira", karya Claudio Rodríguez Fer, seorang penyair tersohor dari Galisia, Spanyol. Silakan baca terjemahan saya sendiri di acabeleira-indonesio. Puisi terjemahan Indonesia itu tersedia juga di buku dengan judul yang sama, "A Cabeleira", yang terbit di Spanyol pada tahun 2016. (Jogja, 16-05-2018)

Catatan: Puisi asli "A Cabeleira" ditulis dalam bahasa Galisia.

Musikalisasi Puisi Tetun oleh Abe Barreto Soares, Penyair Timor-Leste


Musikalisasi puisi berbahasa Tetun oleh Abe Barreto Soares (bernama pena Jenuvem Eurito; sastrawan, musisi, dan penerjemah dari Timor-Leste) di sela-sela perbincangan tadi malam, yang bertopik "Perkembangan dan Wajah Sastra di Timor-Leste". Perbincangan menarik dan akrab tersebut diikuti sejumlah anggota Forum Batu Tulis Nusantara Yogyakarta.

Foto: Dokumen pribadi (RG COFFEE, Yogyakarta, 7 Mei 2018)

Kumpulan Cerpen "Eroi Loromatan" (karya Cancio Ximenes) Diterima di Yogyakarta


Senang menerima buku kumpulan cerpen "Eroi Loromatan" (2018) karya penulis Timor-Leste Cancio Ximenes sebagai oleh-oleh dari Timór Lorosa'e. Terima kasih banyak kepada Bung Cancio Ximenes (sang penulis) dan Bung Jenuvem Eurito (penulis dan musisi yang telah menyampaikannya setelah diskusi tadi malam (7 Mei 2018) di RG COFFEE, Mrican, Yogyakarta). Salam sastra! (Yogyakarta, 8 Mei 2018)

Catatan: Nama saya disebut pada hlm. iv buku tersebut. Obrigadu!

Tibanya Antologi Multibahasa "DACĂ" (karya Elena Liliana Popescu) dari Bukares, Rumania


Tabik! Sekadar informasi sastra mancanegara. Akhirnya sore ini, tiba juga di alamat saya di Yogyakarta, buku puisi multibahasa (80 bahasa, terjemahan dari puisi "DACĂ", karya penyair Rumania, Elena Liliana Popescu) yang diterbitkan oleh Pelerin di Bukares, Rumania, Oktober 2017. Dalam buku itu, terdapat 4 terjemahan saya ke bahasa Indonesia, Dawan, Tetun Resmi (Timor-Leste), dan Melayu Kupang. Terjemahan-terjemahan ini (masing-masing berjudul "ANDAI", "KALU", "SE", dan "KALO") telah dibuat berdasarkan versi Spanyol, Prancis, Portugis, Italia, dan Inggris. Maklum, kemampuan bahasa Rumania saya belum memadai untuk menerjemahkan langsung dari versi asli. Semoga ketika sudah cukup belajar, hal mengasyikkan itu bisa dilakukan. (Jogja, 4 Mei 2018)

Foto sampul buku puisi "DACĂ": Dokumen pribadi

Rampungnya Penerjemahan "Gitanjali" (karya Rabindranath Tagore) ke Bahasa Dawan


Tabik! Dua tahun lalu, saya sempat informasikan rampungnya penerjemahan "Gitanjali" ke bahasa Dawan---bahasa Timor yang terbesar. Tetapi maaf, berhubung kesibukan saya dengan beberapa urusan penulisan dan penerjemahan urgen, penerbitan buku puisi dwibahasa Dawan-Inggris tersebut belum bisa terwujud. Meskipun demikian, teman-teman yang berminat untuk membeli karya terjemahan langka ini dapat menyebutkan nama di kotak komentar dan akan saya catat dalam daftar. Begitu buku puisi ini terbit (dengan swadana), akan saya kabari. Semoga bisa terbit dalam tahun ini. OK? Terima kasih atas perhatian yang diberikan.

Catatan: Antologi "Gitanjali" yang terdiri atas 103 puisi adalah karya hebat Rabindranath Tagore---penyair besar dari India---yang diterjemahkannya sendiri dari bahasa Bengali (Bangla) ke bahasa Inggris (ragam "King James' Bible") pada tahun 1912 dan kemudian berhasil menjadikannya pemenang Nobel Sastra tahun 1913. Tagore adalah orang Asia pertama yang menerima hadiah prestisius tersebut. "Gitanjali" telah tersedia dalam berbagai bahasa. (Tegalyoso, Yogyakarta, 2 Mei 2018)

Foto: Tampilan sementara sampul depan (karya sendiri).