|
Foto: Dari album Alm. Bung Emanuel Paulus |
SELAMAT JALAN, Bung Emanuel Beli Naikteas Bano (Emanuel Paulus)!
Terima kasih banyak atas kebersamaan kita dan semua kebaikanmu di Kota
Gudeg ini dan tempat lain selama beberapa tahun. Kebaikanmu akan selalu
dikenang oleh saya dan orang-orang yang pernah mengenalmu. Saya dan
teman-teman berdoa agar dirimu memperoleh istirahat dan kebahagiaan
surgawi. Kiranya pintu surga terbuka bagimu, Pahlawan Pembangunan! Semoga darah mudamu yang tumpah di Bumi Cenderawasih tidak sia-sia.
Untuk menandai kepergianmu yang sungguh mengagetkan dan jauh di luar
dugaan kami, kubagikan puisi ini. Kutahu, engkau suka puisi dan kita
pernah bicara santai tentang puisi sambil ngopi. Kita juga pernah asyik
berpuisi lisan secara berantai di Pantai Sadranan dan juga Kaliurang.
Dan Oa Monika Liman Arundhati, penyair Lembata itu, pernah bilang secara
spontan di hadapanmu sambil tersenyum manis, "Kak Eman itu orang teknik
yang sangat puitis." Dan untuk menanggapi hal-hal yang pura-pura
kauanggap sulit, termasuk omongan tentang puisi, kaugunakan selalu
senjata pemungkasmu, yakni kalimat favorit ini: "Saya punya otak tidak
sampai." Kami akrab dengan kalimatmu ini. ✍️
---------------------------------------------------------
MENYINGKIRKAN CAWAN DERITA*
Oleh: Yohanes Manhitu
Andaikan kita kuasa mengatakan tidak,
kita tak ‘kan mau minum dari cawan
yang penuh dengan kegetiran—
ikatan alam penderitaan.
Andaikan kita kuasa memperkirakan
hal yang mengancam kehidupan,
kita ‘kan siap ‘tuk menjauhkan
bahaya dan mungkin jua maut.
Adakalanya seperti dalam drama,
kita berperan hanya menurut skenario
yang telah disiapkan sang pengarang.
Ini membuat kita tak bisa memilih.
Andaikan manusia bisa menebak
dan memahami misteri-misteri
dengan kebebasan luas dari surga,
ia ‘kan lebih siap menyelamatkan hidup.
Noemuti, Timor Barat, Januari 2011
--------------------------------------
*) Terjemahan Indonesia dari puisi Tetun, HASEES KALIX TERUS NIAN (2011), yang pernah terbit di "Jornál Semanál Matadalan" di Dili, ibu
kota Timor-Leste (Edisi 29, 3–9 Februari 2014).
(Tegalyoso, Yogyakarta, 7 Desember 2018)