|
Foto: http://epress.anu.edu.au/oota/ch1.htm |
Tadi siang, saya "disenggol" oleh Leko Kupang (maaf, saya tidak tahu nama aslinya!) dan dilibatkan dalam obrolan di dinding Facebooknya tentang nama "Dawan", terutama sebagai nama bahasa. Terima kasih banyak ya atas ajakan untuk berdiskusi. Tetapi maaf ya, saya cuma pengguna bahasa, bukan ahli.
Saya sudah sering ditanya tentang hal ini. Setahu saya dan berdasarkan pengalaman nyata (baik sebagai penutur maupun penulis aktif bahasa Dawan), nama "Dawan" sudah lama sekali dipakai---di samping nama "Metô" (tulisan menurut ejaan yang saya pakai secara opsional) untuk merujuk kepada baik orang maupun bahasa. Dalam kehidupan sehari-hari, nama "Dawan" lebih banyak dipakai dalam bahasa Indonesia, sedangkan nama "Metô" digunakan dalam bahasa Dawan (ketika berbicara bahasa Timor terbesar ini).
Perhatikanlah contoh-contoh kalimat berikut:
1. Hit ka kase kit fa, Aokbian. Hit Metô kit. = Kita bukan orang asing, Kawan. Kita orang Dawan.
2. In ka namolok fa Metô, alakun Labit. = Ia tidak berbahasa Dawan, hanya bahasa Indonesia.
Dalam buku Di Bawah Naungan Gunung Mutis karya P. Andreas Tefa Sa’u, SVD, disebutkan bahwa secara ilmiah, nama "Dawan" untuk pertama kalinya muncul dalam artikel yang berjudul "Die Landschaft Dawan oder West-Timor" karangan J.G.F. Riedel yang diterbitkan dalam "Deutsche Geographische Blätter (DGB) pada tahun 1887. Artikel tersebut memuat informasi tentang manusia dan kebudayaan Dawan, meliputi aspek fisik dan sosial budayanya.
Satu hal yang perlu diingat adalah konsistensi dalam bersikap dan berprinsip. Jadi, kalau merasa keberatan atau berniat untuk menolak nama "Dawan" karena dianggap sebagai nama dari luar (bukan nama asli), tolong merasa keberatan juga dengan atau menolak nama "Timor" dan "Indonesia" karena kedua-duanya ini berasal dari atau diberikan orang luar. Bagaimana?
Oh ya, mempersoalkan nama "Dawan" itu mungkin penting, tetapi saya kira jauh lebih penting kita tetap aktif menggunakan bahasa Dawan dengan elok (baik secara lisan maupun tertulis) supaya bahasa ini---bersama-sama dengan bahasa Nusantara lainnya---tetap subur dan lestari. Ini lebih urgen daripada urusan nama. Semoga bahasa kita lestari sehingga tidak tinggal nama!
Kalau sempat, silakan baca tulisan-tulisan Dawan saya di blog bahasa dan sastra Dawan saya dengan alamat http://uabmeto.blogspot.com.
Salam mesra bahasa dan sastra ke segala penjuru!
Tegalyoso, Yogyakarta, Indonesia, 6 April 2018