Monday, March 31, 2025

HAKRAIK AN BA HA'U-NIA DOBEN (Lagu Tetun Dili)

HAKRAIK AN BA HA'U-NIA DOBEN*

Cipt. Abito Gama (penyanyi TL)
Hakraik an ba ha'u-nia doben
Doben ida mak ha'u hadomi
Uluk ha'u tuir ko'alia mai ha'u
Katak ó mate de'it ho ha'u
Ikus fali liafuan mai hosi anin
To'o ha'u-nia tilun dehan ó iha ona
Ha'u-nia fuan tuku-tuku
Nu'usá mak sai nune'e
Se ó lakohi, heteten
loos de'it mai
Selae to'o ikus fali, hasoru malu,
Hafuhu malu hanesan ema seluk
Ha'u-nia doben sala saida
Hateten loos de'it mai
Keta hatudu oin-buis nune'e
Sala ne'e mak ha'u halo, ó haree ona
Labele hirus, doben di'ak
Uluk ha'u tuir, ko'alia mai ha'u
Katak ó mate de'it ho ha'u
Reff. (Setelah melodi)
Ikus fali liafuan mai hosi anin
To'o ha'u-nia tilun dehan ó iha ona
Ha'u-nia fuan tuku-tuku
Nu'usá mak sai nune'e
Se ó lakohi, heteten
loos de'it mai
Selae to'o ikus fali, hasoru malu,
Hafuhu malu hanesan ema seluk
Ha'u-nia doben sala saida
Hateten loos de'it mai
Keta hatudu oin-buis nune'e
Sala ne'e mak ha'u halo, ó haree ona
Labele hirus, doben di'ak
Uluk ha'u tuir, ko'alia mai ha'u
Katak ó mate de'it ho ha'u
-------------------------
*) Lirik ini saya catat langsung ketika mendengarkan lagu ini. Kata-katanya sengaja saya sesuaikan dengan "Ortografia Patronizada" (2004), ejaan resmi bahasa Tetun. Tentu lagu ini digubah dalam dialek Tetun Dili sebelum ada ejaan resmi tersebut. Sesuaikan saja pengucapannya.

Friday, March 28, 2025

Tokoh Penting dan Pencinta Budaya Itu Telah Pergi: Ungkapan Hati Seorang Saudara di Seberang

Sebenarnya, sulit untuk membuat tulisan ini pada saat duka seperti ini. Berat rasanya untuk menulis sebagai bagian dari rumpun keluarga Fernandes-Manhitu yang lagi berduka, tetapi saya merasa perlu menulis sesuatu, entah cukup atau tidak, sebagai ungkapan hati. Untuk kurang-lebihnya, saya mohon maaf sebelumnya. Harap maklum.

Secara pribadi, saya berdukacita mendalam atas peristiwa tak terduga yang dialami Kak Ray dan saudara-saudara lain (nelayan, mekanik dll.) yang bersama-sama melaut di perairan utara TTU tersebut. Kemarin subuh, setelah memperoleh berita awal lewat media siber, saya berusaha untuk terus mengikuti berita itu hingga memperoleh kejelasan. Saya juga sempat menghubungi keluarga di Noemuti.

Belasungkawa tulus saya ditujukan secara umum kepada semua pihak yang kehilangan saudara-saudara terkasih mereka dalam peristiwa yang sangat menyedihkan itu. Sungguh tak sampai hati melihat jenazah seorang bapak dan anaknya terbaring dalam rumah duka yang sama.

Secara khusus, sebagai kerabat, saya berdukacita dan merasakan kehilangan bersama Kakak Kristiana Muki dan anak-anaknya (Rio dan adik-adiknya), dan tentu juga bersama Om Fini (Om Yakobus Manue Fernandes) dan Tanta Hitu (Tanta Margaretha Hati Manhitu), Sdri. Lina, Sdr. Melki, dan Sdri. Marta. Kita semua berdoa untuk memohon istirahat dan kebahagiaan surgawi bagi Kak Ray dan juga minta keteguhan iman dari Tuhan bagi kita dalam menghadapi peristiwa ini.

Peristiwa ini berada di luar jangkauan kita sebagai manusia, sebagaimana saya coba gambarkan dalam puisi berikut ini (sebuah puisi lama). Kiranya baik untuk dibaca dan direnungkan.

MENYINGKIRKAN CAWAN DERITA*

Penulis & penerjemah: Yohanes Manhitu

Andaikan kita kuasa mengatakan tidak,
kita tak ‘kan mau minum dari cawan
yang penuh dengan kegetiran—
ikatan alam penderitaan.

Andaikan kita kuasa memperkirakan
hal yang mengancam kehidupan,
kita ‘kan siap ‘tuk menjauhkan
bahaya dan mungkin jua maut.

Adakalanya seperti dalam drama,
kita berperan hanya menurut skenario
yang telah disiapkan sang pengarang.
Ini membuat kita tak bisa memilih.

Andaikan manusia bisa menebak
dan memahami misteri-misteri
dengan kebebasan luas dari surga,
ia ‘kan lebih siap menyelamatkan hidup.

Noemuti, Timor (NTT), Januari 2011
* Terjemahan dari puisi Tetun saya, berjudul "HASEES KALIX TERUS NIAN" (dalam buku "Lirik Santalum", hlm. 239)
----------------------------------------

Tentang Kak Ray, baik sebagai pribadi maupun pemimpin, saya kira tak perlu saya berpanjang kata di sini karena sudah banyak orang yang tahu, dan bahkan tahu jauh lebih banyak daripada saya. Maklum, walaupun kami adalah kerabat dan berasal dari satu kampung (Bijeli, Noemuti), saya tinggal dan berkarya di luar Timor. Kami hanya bisa berjumpa ketika saya sedang berada di Timor. Itu pun kalau ada kesempatan (maklum, beliau amat sibuk). Aktivitas beliau sebagai seorang tokoh pun lebih banyak saya pantau lewat media massa.

Beliau adalah pencinta budaya. Itu tak sebatas pakaian adat yang dikenakan! Dari semua perjumpaan kami selama Kak Ray masih hidup, ada sebuah perjumpaan yang memungkinkan kami bisa berbincang cukup lama tentang budaya (perihal bahasa Dawan, sastra lisan Dawan [seni tutur], rumah adat dll.) dan juga sepintas tentang silsilah keluarga dan sejarah Timor. Perjumpaan itu terjadi di rumah pribadi Kak Ray ketika saya dan saudari saya (Anastasia Manhitu) serta kedua anaknya (Jelia dan Eras) berkunjung di suatu sore pada awal Agustus 2019. Sebelumnya, dalam sebuah acara di Bijeli pada akhir Juli 2019, terjadi obrolan singkat tentang saya lagi tulis buku apa dan buku apa yang baru terbit. Lalu, Kak Ray bilang, "Kalau ada waktu, nanti main ke rumah." Akhirnya, kami pun mencari waktu luang untuk berkunjung.

Dalam perjumpaan di atas, saya memberikan oleh-oleh berupa dua buku (yaitu Lirik Santalum dan Gitanjali-Sítnatas) yang baru diterbitkan Penerbit Diandra Kreatif di Yogyakarta pada bulan Mei 2019. Akhirnya, obrolan tentang budaya di Km. 5 jurusan Atambua itu berlanjut di ruang kerja beliau di Kantor Bupati TTU walaupun berlangsung singkat. Maklum, jadwal sangat padat! Saya pun sempat bertukar pikiran dengan beberapa pejabat Pemda tentang budaya Timor, terutama tentang bahasa dan sastra Dawan. Terima kasih banyak atas perjumpaan dan obrolan menarik itu. Terima kasih banyak juga atas apresiasi serta dukungan yang diberikan untuk karya-karya berbahasa Dawan. Semoga pemerintah daerah (Pemda) senantiasa memperhatikan dan turut dengan giat memelihara budaya daerah, termasuk bahasa dan sastranya.

"De mortuis nil nisi bonum" (Latin, Tentang orang yang telah meninggal, tiada hal selain yang baik). Mari kita bicarakan yang baik tentang Kak Ray dan saudara-saudara yang meninggal dalam peristiwa tak terduga di perairan utara TTU tersebut. Kita menimba hal-hal baik dari mereka yang telah mendahului kita.

Selamat jalan, Kak Ray (Raymundus Sau Fernandes, 31 Agustus 1972 – 27 Maret 2025)! Selamat jalan juga kepada saudara-saudara lain yang berpulang dalam peristiwa menyedihkan itu! Beristirahatlah dalam damai! Mlilê abalbalat neu ki mbi Uisneno In sonaf neno-tunan!

Ungaran, Jawa Tengah, 28 Maret 2025
------------------------------------------
Foto: Oleh seorang pegawai Pemda TTU (Agustus 2019). Keterangan: Kak Ray memegang buku Gitanjali (Sítnatas), terjemahan Dawan saya untuk karya Rabindranath Tagore, dan saya memegang buku Lirik Santalum: Kumpulan Puisi Dawan dan Tetun dengan Terjemahan Indonesia.