Monday, December 31, 2018

Karya-karya saya yang terbit pada bulan Desember

Foto: https://www.armagharchdiocese.org

Tampaknya, lama-kelamaan, Desember akan menjadi bulan favorit saya untuk penerbitan karya. 😀 Sejauh ini, sudah ada tiga buku saya yang terbit pada bulan Desember. Karya-karya tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Kamus Portugis-Indonesia, Indonesia-Portugis (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 14 Desember 2015). Tersedia di toko-toko buku Gramedia di seluruh Indonesia. Teman-teman di Timor bisa dapatkan di Gramedia Kupang.
  2. Feotnai Mapules—Princino Laŭdata (Antwerpen, Belgia: Eldonejo Libera, 31 Desember 2016), sebuah kumpulan puisi Dawan-Esperanto, berisikan 100 puisi Dawan saya yang saya terjemahkan sendiri ke bahasa Esperanto. Total: 200 puisi. Tersedia di http://www.lulu.com. Versi elektroniknya pun sudah ada di internet dan bisa dibeli.
  3. A WALK AT NIGHT (Une promenade de nuit) (Antwerpen, Belgia: Eldonejo Libera, 12 Desember 2017), sebuah kumpulan puisi asli (karya saya) dalam bahasa Inggris (65 puisi) dan Prancis (45 puisi), tanpa terjemahan. Tersedia di http://www.lulu.com.

    Semoga suatu saat nanti, Indonesia punya pemenang Nobel Sastra

    Foto: https://www.dreamstime.com
     
    Ketika membaca berita berbahasa Prancis tentang meninggalnya Amos Oz, pengarang kenamaan Israel (calon penerima Hadiah Nobel Sastra), kemarin (28 Desember 2018), saya langsung teringat pada Pramoedya Ananta Toer (novelis dari Indonesia) dan William Auld (penyair berbahasa Esperanto dari Skotlandia) yang pernah dinominasikan beberapa kali (berturut-turut) untuk menjadi pemenang Nobel Sastra, tetapi tidak sempat meraih hadiah prestisius tersebut karena meninggal dunia. Semoga suatu saat nanti, Indonesia punya pemenang Nobel Sastra. Itu tak berarti menulis semata-mata untuk meraih hadiah, tetapi penghargaan pun bisa berarti pengakuan. Salam sastra! ✍️

    (Tegalyoso, Yogyakarta, 29 Desember 2018)

    Penyair Baldur Ragnarsson Tutup Usia: Nun ripozu en paco, ho granda poeto.


    Turut berdukacita atas meninggalnya penyair kenamaan Esperanto dari Islandia, Baldur Ragnarsson (25 Agustus 1930–25 Desember 2018). Nun ripozu en paco, ho granda poeto. Mi kredas, ke via poezio postvivos. ✍️

    Penyair yang mulai belajar bahasa Esperanto pada tahun 1949 ini pernah menjadi anggota Akademi Bahasa Esperanto, editor majalah Norda Prismo, dan memegang sejumlah jabatan penting yang berkaitan dengan bahasa dan sastra Esperanto di samping pekerjaannya sebagai guru. Pada tahun 2007, ia diusulkan oleh Asosiasi Pengarang Berbahasa Esperanto (Esperantlingva Verkista Asocio) untuk mendapatkan Hadiah Nobel Sastra tahun itu setelah meninggalnya William Auld, penyair Esperanto tersohor dari Skolandia, pada tahun 2006. (Menurut https://eo.wikipedia.org/wiki/Baldur_Ragnarsson)

    Saya mengenal Baldur Ragnarsson beberapa tahun silam, segera setelah saya bisa "menjangkau" dan menerjemahkan sejumlah puisi William Auld ke bahasa Indonesia. Karya-karya Ragnarsson dan saya terbit bersama dalam edisi 12 (Oktober 2011) Beletra Almanako, majalah terkemuka di dunia sastra berbahasa Esperanto yang terbit di New York, AS.

    Foto: Diramu dari potret di https://eo.wikipedia.org/wiki/Baldur_Ragnarsson dan gambar sampul Beletra Almanako (Edisi 12, Oktober 2011).

    (Tegalyoso, Yogyakarta, 28 Desember 2018)

    SELAMAT JALAN, Bung Emanuel Beli Naikteas Bano (Emanuel Paulus)!

    Foto: Dari album Alm. Bung Emanuel Paulus

    SELAMAT JALAN, Bung Emanuel Beli Naikteas Bano (Emanuel Paulus)! Terima kasih banyak atas kebersamaan kita dan semua kebaikanmu di Kota Gudeg ini dan tempat lain selama beberapa tahun. Kebaikanmu akan selalu dikenang oleh saya dan orang-orang yang pernah mengenalmu. Saya dan teman-teman berdoa agar dirimu memperoleh istirahat dan kebahagiaan surgawi. Kiranya pintu surga terbuka bagimu, Pahlawan Pembangunan! Semoga darah mudamu yang tumpah di Bumi Cenderawasih tidak sia-sia.

    Untuk menandai kepergianmu yang sungguh mengagetkan dan jauh di luar dugaan kami, kubagikan puisi ini. Kutahu, engkau suka puisi dan kita pernah bicara santai tentang puisi sambil ngopi. Kita juga pernah asyik berpuisi lisan secara berantai di Pantai Sadranan dan juga Kaliurang. Dan Oa Monika Liman Arundhati, penyair Lembata itu, pernah bilang secara spontan di hadapanmu sambil tersenyum manis, "Kak Eman itu orang teknik yang sangat puitis." Dan untuk menanggapi hal-hal yang pura-pura kauanggap sulit, termasuk omongan tentang puisi, kaugunakan selalu senjata pemungkasmu, yakni kalimat favorit ini: "Saya punya otak tidak sampai." Kami akrab dengan kalimatmu ini. ✍️
    --------------------------
    -------------------------------

    MENYINGKIRKAN CAWAN DERITA*

    Oleh: Yohanes Manhitu

    Andaikan kita kuasa mengatakan tidak,
    kita tak ‘kan mau minum dari cawan
    yang penuh dengan kegetiran—
    ikatan alam penderitaan.

    Andaikan kita kuasa memperkirakan
    hal yang mengancam kehidupan,
    kita ‘kan siap ‘tuk menjauhkan
    bahaya dan mungkin jua maut.

    Adakalanya seperti dalam drama,
    kita berperan hanya menurut skenario
    yang telah disiapkan sang pengarang.
    Ini membuat kita tak bisa memilih.

    Andaikan manusia bisa menebak
    dan memahami misteri-misteri
    dengan kebebasan luas dari surga,
    ia ‘kan lebih siap menyelamatkan hidup.

    Noemuti, Timor Barat, Januari 2011

    --------------------------
    ------------
    *) Terjemahan Indonesia dari puisi Tetun, HASEES KALIX TERUS NIAN (2011), yang pernah terbit di "Jornál Semanál Matadalan" di Dili, ibu kota Timor-Leste (Edisi 29, 3–9 Februari 2014).

    (Tegalyoso, Yogyakarta, 7 Desember 2018)

    Kata Turunan atau Derivat "Tetun"

    Foto: Gramedia Pustaka Utama
     
    Adalah benar bahwa setiap kata lahir karena kebutuhan para penggunanya. 

    Kata turunan atau derivat "Tetun" belum tercantum dalam kamus-kamus di Indonesia, terutama KBBI. Tetapi karena dibutuhkan, mau tidak mau, kata-kata turunannya harus dibuat agar bisa digunakan, baik untuk berbicara, menulis, maupun menerjemahkan. Berikut adalah kata "Tetun" dan turunannya (disusun sebagai entri [*] dan subentri [---] dalam kamus) yang saya buat---sembari menikmati secangkir kopi panas pada malam hari di Kota Gudeg ini---dan bagikan di sini. Kiranya bermanfaat bagi pengguna. Salam basastra!

    *Tetun n., adj. suku bangsa, budaya, bahasa yang ada di Pulau Timor (di Timor-Leste dan Indonesia [di Provinsi NTT])
    ---menetuntan v. menjadikan Tetun (ttg kata, ungkapan dll.);
    ---penetunan n. proses, cara, perbuatan menetunkan;
    ---ketetunan n. perihal Tetun; yang bersangkutan dengan Tetun

    * tetunis n. ahli, pakar, atau peneliti (budaya, bahasa) Tetun;
    * tetunisasi n. proses, cara, perbuatan menetunkan

    Catatan: Orang Tetun sendiri menyebut bahasa mereka "Tetun", sedangkan dalam literatur berbahasa Inggris, "Tetum" lebih lazim, karena mengikuti ejaan Portugis: "Tétum". Huruf "m" di akhir kata bahasa Portugis biasanya berbunyi sengau. Dan tidak lazim kata Portugis berakhiran dengan huruf "n". Karena itulah, "Tetun" menjadi "Tétum" atau "tétum" dalam bahasa Portugis.

    Rujukan utama penyusunan kata-kata turunan Tetun ini adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008).
     
    Tegalyoso, Yogyakarta, 5 Desember 2018

    Monday, November 12, 2018

    Bahasa Kristang (Portugis Malaka, Kreol Portugis) dan Puisi Dwibahasa Kristang-Indonesia

    Foto peta kuno Benteng Malaka: gotheborg.com

    Papia Kristang atau Kristang adalah sebuah bahasa kreol yang muncul dari kontak orang-orang Portugis dengan penduduk asli Malaka, Malaysia (setelah 1511). Menurut Wikipedia, di masa kini, bahasa ini---yang jumlah penuturnya terus berkurang---mempunyai ± 750 orang penutur di Malaka (Malaysia) dan 100 orang penutur di Singapura. Berikut adalah sebuah puisi dalam bahasa Kristang (dari Wikipedia), yang telah saya terjemahkan ke bahasa Indonesia. Silakan baca!


    -------------------------------------------

    POEM OF MALACCA


    Keng teng fortuna fikah na Malaka,
    Nang kereh partih bai otru tera.
    Pra ki tudu jenti teng amizadi,
    Kontu partih logu fikah saudadi.

    Oh Malaka, tera di San Francisku,
    Nteh otru tera ki yo kereh.
    Oh Malaka undi teng sempri fresku,
    Yo kereh fikah ateh mureh.
    -------------------------------------

    SAJAK DARI MALAKA

    Siapa yang beruntung tinggal di Malaka,
    Tak ingin beranjak ke negeri lain.
    Di sini, semua orang bersahabat,
    Bila bertolak, orang lekas merindu.

    Oh Malaka, negeri Santo Fransiskus,
    Tiada negeri lain yang kukehendaki.
    Oh Malaka, tempat yang selalu sejuk,
    Kuingin tinggal di sini hingga kumati.

    Terjemahan Indonesia: Yohanes Manhitu
    Yogyakarta, 12 November 2018


    Catatan: Dalam puisi di atas, sangat mungkin, Malaka disebut 
    tera di San Francisku (negeri Santo Fransiskus) karena, menurut catatan sejarah, Santo Fransiskus Xaverius, salah seorang pendiri Ordo Yesuit dan misionaris di Maluku, pernah tinggal selama beberapa bulan di Malaka pada tahun 1545, 1546, dan 1549.

    Teringat kepada Prof. Drs. M. Taopan, Mantan Guru Besar Pancasila di Universitas Nusa Cendana

    Foto: www.bukalapak.com

    Membaca berita tentang dosen-dosen di Jawa yang diduga menolak ideologi Pancasila, saya teringat kepada Prof. Drs. M. Taopan, mantan Guru Besar Pancasila di Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, NTT, penulis buku PENGKAJIAN & PENGEMBANGAN BUTIR-BUTIR PANCASILA MENURUT KETETAPAN MPR NOMOR II/MPR.1978 (Jakarta: Aditya Bakti, 1993) dan DEMOKRASI PANCASILA: Analisa Konsepsional Aplikatif (Jakarta: Sinar Grafika, 1989). Beliau adalah penatar senior untuk bidang ideologi Pancasila ketika saya masuk kuliah dulu (1995). Semoga Pancasila semakin membumi.

    (Yogyakarta, 10 November 2018)

    Puisi Dwibahasa: Indonesia-Spanyol; Oleh: Lilliam Moro, Seorang Penyair Kuba


     
     
    UNTUK MENGENANG MEREKA*

    Oleh: Lilliam Moro**

    Para penyair sejati
    mati sekalipun hidup atau bunuh diri
    atau menyerah kalah kepada virus triinisial
    atau membuka pintu bagi ketam yang mengiring
    dan menggerogoti bagai sebuah cinta agung.
    Para penyair sejati,
    mereka yang tak mengacuhkan kepastian,
    para perusuh, mereka yang berpakaian begitu jelek,
    merekalah yang memilih terbakar seperti dalam alkimia
    untuk menciptakan dunia-dunia mustahil
    yang menggantikan senyum terpaksa,
    metafora yang biasa itu,
    hadiah kecil yang dengannya mereka dibeli,
    pipi lain yang tersodor untuk ditampar
    oleh dia yang mengurus medali dan rasa lapar.
    Para penyair sejati mengambil risiko kelupaan,
    hal terburuk dari segala kematian.

    Diterjemahkan oleh Yohanes Manhitu
    dari versi asli (berbahasa Spanyol)
    Yogyakarta, 24 September 2017
    ---------------------------------------

    Versi asli (Versión original):

    EN MEMORIA DE ELLOS

    Por: Lilliam Moro

    Los poetas poetas
    mueren en vida o se suicidan
    o se entregan al virus de las tres iniciales
    o abren las puertas al cangrejo que camina de lado
    y los devora internamente como si fuera un gran amor.
    Los poetas poetas,
    los que desprecian las certezas,
    los aguafiestas, los que visten tan mal,
    son los que eligen arder como en la alquimia
    para crear los mundos imposibles
    que sustituyan la sonrisa forzada,
    la mediocre metáfora,
    el premiecito que los compra,
    la otra mejilla puesta para la bofetada
    del que administra las medallas y el hambre.
    Los poetas poetas se arriesgan al olvido,
    la peor de las muertes.
    ---------------------
    *) Terjemahan Indonesia ini terbit dalam buku kumpulan puisi "Contracorriente" karya Lilliam Moro (Salamanca, Spanyol: Diputación de Salamanca, 2017).
    **) Penyair Kuba, pemenang "IV Premio Internacional de Poesía 'Pilar Fernández Labrador'" (penghargaan internasional bergengsi di dunia kesusastraan Spanyol), dianugerahkan di Salamanca, Spanyol.

    Foto: Dokumentasi pribadi

    Puisi Dwibahasa: Indonesia-Spanyol; Oleh: Juan Carlos Olivas, Seorang Penyair Kosta Rika


    YANG SUCI*

    Oleh: Juan Carlos Olivas**

    Apa yang telah kausebut suci itu
    kini tergeletak di tanah.

    Ibarat tangan terentang di atas pegunungan,
    dunia ini meredupkan kejernihan asing
    para gembala yang menebar bekas luka
    di akar air.

    Sebentar lagi akan mulai hujan
    dan ladang-ladang menghijau,
    tertutup tumbuhan dudaim,
    pemberian guntur bertalu
    dan ilah-ilah sumpalan.

    Kemudian datanglah para penuai
    dan memisahkan yang berguna dan yang tidak.
    Lalu aku akan mendekat ke hadapanmu
    untuk menyentuh rumput,
    dan cuaca akan berkobar,
    seperti perkataan apa saja,
    bagai pucuk nyala apa pun,
    di atas lumpur yang gelap
    dari pening tak terhingga.

    Diterjemahkan oleh Yohanes Manhitu
    dari versi asli (berbahasa Spanyol)
    Yogyakarta, 15 September 2018
    ---------------------------------------

    Versi asli (Versión original):

    LO SAGRADO

    Por: Juan Carlos Olivas

    Lo que llamaste sagrado
    ahora yace en la tierra.

    Como una mano sobre las cordilleras
    el mundo estrecha la extraña claridad
    de los pastores que siembran cicatrices
    en la raíz del agua.

    Pronto comenzará a llover
    y crecerán los campos
    cubiertos de mandrágoras,
    rendidos por su verborrea de truenos
    y dioses disecados.

    Después vendrán los cegadores
    y apartarán lo que sirve y lo que no.
    Yo me acercaré entonces a tus ojos
    para tocar la yerba,
    y ya el tiempo arderá
    como cualquier palabra,
    como cualquier punto de luz,
    sobre el oscuro barro
    del vértigo infinito.
    -------------------------
    *) Terjemahan Indonesia ini, bersama-sama dengan terjemahan ke bahasa Dawan, Tetun Resmi (Timor-Leste) dan Melayu Kupang, terbit dalam buku kumpulan puisi "El año de la necesidad" karya Juan Carlos Olivas (Salamanca, Spanyol: Diputación de Salamanca, 2018).
    **) Penyair Kosta Rika, pemenang "V Premio Internacional de Poesía 'Pilar Fernández Labrador'" (penghargaan internasional bergengsi di dunia kesusastraan Spanyol), dianugerahkan di Salamanca, Spanyol.

    Foto: Dokumentasi pribadi

    Tuesday, November 6, 2018

    Empat Buku Puisi Tiba dari Universidad de Salamanca, Spanyol


    Sekadar informasi buku. Setelah ditunggu-tunggu, akhirnya tiba juga di alamat saya (pada tanggal 6 November 2018) empat buku puisi yang dikirim oleh penyair Alfredo Pérez Alencart dari Universidad de Salamanca (universitas tertua di dunia berbahasa Spanyol [the Hispanic world] dan salah satu dari tiga universitas tertua di dunia yang hingga sekarang masih aktif). Keempat buku para penyair pemenang Premio Internacional de Poesía 'Pilar Fernández Labrador' (penghargaan internasional bergengsi di dunia kesusastraan Spanyol) yang berisikan terjemahan-terjemahan saya langsung dari bahasa Spanyol ke bahasa Indonesia, Dawan, Tetun Resmi Timor-Leste dan Melayu Kupang tersebut adalah (menurut urutan abjad nama penulis)
    1. El año de la necesidad karya Juan Carlos Olivas, penyair Kosta Rika (Salamanca: Diputación de Salamanca, 2018). Di dalam buku ini, terdapat empat puisi terjemahan saya: Yang suci (Indonesia), Akninô (Dawan), Ida-ne'ebé lulik (Tetun Resmi), dan Yang suci (Melayu Kupang); terjemahan dari puisi Spanyol Lo sagrado. 
    2. Contracorriente karya Lilliam Moro, penyair Kuba (Salamanca: Diputación de Salamanca, 2017). Di dalam buku ini, terdapat sebuah puisi terjemahan saya: Untuk mengenang mereka (Indonesia); terjemahan dari puisi Spanyol En memoria de ellos. 
    3. Persistente karya María Sanz, penyair Spanyol (Salamanca: Diputación de Salamanca, 2018). Di dalam buku ini, terdapat empat puisi terjemahan saya: Di sini tergelak bibir (Indonesia), Es i, luluf nabelkon (Dawan), Iha-ne'e latan ibun-tutun (Tetun Resmi), dan Di sini tadudu itu bibir (Melayu Kupang); terjemahan dari puisi Spanyol Aquí yacen los labios. 
    4. Pequeñas mundanzas karya Paura Rodrígues Leytón, penyair Bolivia (Salamanca: Diputación de Salamanca, 2017). Di dalam buku ini, terdapat sebuah puisi terjemahan saya: Memikirnkan Wilde (Indonesia); terjemahan dari puisi Spanyol Pensando en Wilde.
    Terima kasih banyak atas jasa baik pak pos selama ini.

    Foto: Dokumentasi pribadi

    Sunday, October 28, 2018

    Selamat Hari Sumpah Pemuda dan Dirgahayu Bahasa Indonesia!

    Foto: via rmolsumut.id

    Hari ini, bahasa Indonesia berusia 90 tahun. Semoga selalu berjaya.

    Menurut catatan sejarah, pada Kongres Pemuda Kedua yang diadakan di Batavia (Jakarta, 27-28 Oktober 1928), ketika Mr. Sunario tengah berpidato pada sesi terakhir kongres itu, kepada Soegondo, dengan berbisik, Mr. Moehammad Yamin (1903–1962) menyodorkan secarik kertas tulisannya yang isinya kemudian disetujui oleh para anggota kongres. Bunyi tiga keputusan kongres itu---yang ditulis dengan menggunakan ejaan van Ophuysen (1901–1947)---sebagaimana tercantum pada prasasti di dinding Museum Sumpah Pemuda di Jakarta adalah

    Pertama:
    Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.

    Kedoea: 
    Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

    Ketiga: 
    Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

    Satu hal yang menarik adalah ketika menyodorkan secarik kertas tulisannya itu, Mr. Moehammad Yamin berbisik dalam bahasa Belanda, katanya "Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie." Terjemahan Indonesia kalimat itu adalah "Saya mempunyai suatu formulasi yang lebih elegan untuk keputusan Kongres ini". Tampaknya bahasa Belanda berperanan penting dalam kongres tersebut. Namun, pada akhirnya ia digantikan oleh bahasa Indonesia.

    Hal lain yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa kongres itu (dibuktikan dengan butir ketiga) menjamin keberadaan bahasa-bahasa Nusantara. Sebagai orang Indonesia, kita tetap menggunakan bahasa-bahasa daerah kita sambil menjunjung bahasa persatuan (hasil Sumpah Pemuda): bahasa Indonesia.

    Sumber informasi dan kutipan: wikipedia.org

    Wednesday, October 10, 2018

    Disertasi di Mancanegara yang Mengutip "Kamus Indonesia-Tetun, Tetun-Indonesia" (Juli 2007)


    Sekadar info kebahasaan: Telah ada tiga disertasi di universitas-universitas mancanegara yang mengutip Kamus Indonesia-Tetun, Tetun-Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Edisi I: Juli 2007). Profil singkat penyusun kamus dicantumkan di dua dari tiga disertasi ini. Masing-masing adalah (judul-nama penulis-universitas-tahun):
    1.  SOUTHEAST ASIA IN THE ANCIENT INDIAN OCEAN WORLD oleh Tom Hoogervorst, LINACRE COLLEGE, UNIVERSITY OF OXFORD, Inggris, 2011 
    2. ATTITUDES TOWARD TETUN DILI, A LANGUAGE OF EAST TIMOR oleh Melody Ann Ross, UNIVERSITY OF HAWAI‘I, Amerika Serikat, 2017 
    3. TETUN IN TIMOR-LESTE: THE ROLE OF LANGUAGE CONTACT IN ITS DEVELOPMENT oleh Zuzana Greksáková, FACULDADE DE LETRAS DA UNIVERSIDADE DE COIMBRA, Portugal, 2018
    Setiap karya tulus hadir bukan untuk kesia-siaan. 
    Salam basastra!

    Sira-nia klamar loke dalan

    Retratu: www.google.com

    Liafuan sira mosu ona iha neon
    bele iha loron, bele iha kalan.
    Poezia sai sira-nia isin-lolon.
    Sira-nia klamar loke dalan.


    Autór: Yohanes Manhitu
    Yogyakarta, 10-9-2018

    Profil Singkat dan Foto Saya di Buletin "Usona Esperantisto" (Maret-April 2011)

    Foto: esperanto-usa.org

    Hmmm... Senang menemukan info di internet bahwa pada tahun 2011, "Usona Esperantisto" (buletin dua bulanan Esperanto di Amerika Serikat, edisi Maret-April; lihat hlm. 20), sama seperti majalah "The Esperanto Association of Britain" (majalah Perhimpunan Esperanto di Inggris), memuat profil singkat dan foto saya. Di terbitan itu, terdapat informasi ringkas namun jelas dalam bahasa Esperanto tentang kumpulan puisi perdana (160 puisi asli) saya dalam bahasa Esperanto, "Sub la vasta ĉielo" (Candelo, New South Wales, Australia: Mondeto, 2010). Semoga buku baru dalam bahasa ini lekas menyusul. Salam basastra! 🙏

    Profil Singkat dan Foto Saya di Terbitan "The Esperanto Association of Britain" (2011)

    Foto: https://esperanto.org.uk

    Hmmm... Ternyata pada tahun 2011, ada profil singkat dan foto saya di terbitan "The Esperanto Association of Britain". Di situ, terdapat informasi ringkas dalam bahasa Esperanto tentang kumpulan puisi perdana (160 puisi asli) saya dalam bahasa Esperanto, "Sub la vasta ĉielo" (Candelo, New South Wales, Australia: Mondeto, 2010), yang kini tersedia dan dapat dibaca di katalog Perpustakaan Nasional Australia (https://catalogue.nla.gov.au/Record/5148889) dan tempat lain. Semoga buku baru dalam bahasa ini lekas menyusul. Salam basastra! 🙏

    Sunday, September 30, 2018

    Bahasa-Bahasa Timor yang Digunakan di Dua Negara

    Foto: Yohanes Manhitu (Yogyakarta, 2015)

    Dengan dialek yang berbeda-beda, empat bahasa Timor berikut ini dipakai di Indonesia (Timor Barat, NTT) dan Timor-Leste: Dawan (Metô, Baikenu), Tetun, Kemak, dan Bunak (Marae). Bahasa-bahasa dwinegara ini masih aktif. Dawan dan Tetun (terlebih Tetun Nasional/Resmi Timor-Leste) adalah bahasa-bahasa Timor yang terbesar di antara ± 22 bahasa yang masih dikenal dan digunakan.

    Idealnya, siapa pun yang mengaku dirinya orang Timor fasih menggunakan minimal satu bahasa Timor di samping bahasa Indonesia dan/atau Portugis serta bahasa lain. Salam budaya dan bahasa kepada semua pencinta. ✍️

    Yogyakarta, 10 September 2018

    Pemimpin yang Mencintai Ilmu Pengetahuan

    Gambar: www.google.com

    Raja Jawa yang menggagas dan menjadi patron mahaproyek penerjemahan "Mahabharata"---wiracarita asli India---dari bahasa Sanskerta ke bahasa Jawa Kuno adalah Dharmawangsa Teguh, seorang prabu yang pernah memerintah di Jawa Timur (985-1007 M). (Lihat https://id.wikipedia.org/wiki/Mahabharata)

    Sangat penting untuk memiliki pemimpin yang mencintai ilmu pengetahuan dan terus-menerus mengupayakan pencerahan. Kiranya langkah cerdas Prabu Dharmawangsa (raja terakhir Kerajaan Medang atau Mataram Kuno) ini menginspirasi banyak pemimpin kita dari zaman ke zaman.

    Para Penyair yang Karyanya Telah Diterjemahkan

    Gambar: www.google.com

    Sekadar informasi literasi. Semoga bermanfaat bagi teman-teman yang berminat pada (penerjemahan) sastra, terutama puisi. Sejauh ini, saya telah menerjemahkan ke bahasa Indonesia, Dawan, Tetun Nasional/Resmi, dan/atau Melayu Kupang*—hampir semuanya diterjemahkan langsung dari versi asli—paling sedikit satu karya dari penyair-penyair berikut ini:

    1. Alfredo García Valdez (Meksiko)
    2. Alfredo Pérez Alencart (Spanyol)
    3. Aníbal Núñez (Spanyol)
    4. Arthur Rimbaud (Prancis)
    5. Charles Baudelaire (Prancis)
    6. Claudio Rodríguez Fer (Spanyol)**
    7. Elena Liliana Popescu (Rumania)***
    8. Emily Dickinson (Amerika Serikat)
    9. Fernando Pessoa (Portugal)
    10. Fray Luis de León (Spanyol)
    11. Gabriela Mistral (Cile)
    12. Ingrid Valencia (Meksiko)
    13. José Pulido Navas (Spanyol)
    14. Juan Cameron (Cile)
    15. Juan Carlos Olivas (Kosta Rika)
    16. Karol Józef Wojtyła (Polandia)****
    17. Lilliam Moro (Kuba)
    18. Luís Vaz de Camões (Portugal)
    19. María Sanz (Spanyol)
    20. Octavio Paz (Meksiko)
    21. Pablo Neruda (Cile)
    22. Paul Verlaine (Prancis)
    23. Paura Rodríguez Leytón (Bolivia)
    24. Rabindranath Tagore (India)*****
    25. Ramón Hernández-Larrea (Kuba)
    26. William Auld (Inggris; berbahasa Esperanto)
    ----------------------------
    *) Sebagaian besar terjemahan ini telah terbit dalam berbagai antologi di mancanegara, terutama di Spanyol, Amerika Latin, dan Rumania.
    **) Diterjemahkan dari bahasa Galisia (sebuah bahasa turunan Latin) dengan versi Portugis, Spanyol, Prancis dan Italia sebagai sumber rujuk silang.
    ***) Diterjemahkan berdasarkan versi Prancis, Spanyol, Portugis, dan Inggris yang telah diterjemahkan langsung dari versi asli (berbahasa Rumania).
    ****) Diterjemahkan dari versi Inggris yang masih terdapat di internet.
    *****) Diterjemahkan dari versi Inggris yang dibuat Tagore sendiri.